AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

Senin, 07 Mei 2012

Jumat, 06 April 2012

Polisi Ahistoris dan Warga Gendeng Rekayasa?

Semenjak aksi demo besar-besaran menentang kenaikan BBM, Pesantren Sufi penuh sesak dijejali warga kampung yang menonton Televisi sambil berbincang dengan Sufi tua, Sufi Sudrun, Sufi Kenthir, Dullah, dan Sukiran. Sambil bersorak-sorak penuh semangat warga mengelu-elukan mahasiswa yang dianggap sebagai pahlawan karena membawa aspirasi mereka, yaitu menolak kenaikan harga BBM yang bakal pasti menyengsarakan rakyat kecil.        Pada hari kedua aksi demo, warga dengan kecewa melontarkan komentar-komentar miring ketika terjadi perubahan alur cerita dalam tayangan televisi. Entah bagaimana nalar waras dan logika sehatnya, tiba-tiba bermunculan aksi-aksi warga yang mendukung rencana pemerintah menaikkan BBM. Bahkan yang melanggar logika sehat, tiba-tiba bermunculan warga yang mendukung polisi menyerang mahasiswa sehingga terkesan mahasiswa melakukan aksi demo itu mengganggu warga sehingga warga membela polisi di mana mahasiswa dicitrakan sebagai musuh negara dan masyarakat.
        "Jancok, itu warga gendeng apa kok memusuhi mahasiswa?" seru warga heran.
        "Iya, itu warga gendeng."
        "Itu sih siasat pencitraan agar tindakan polisi yang brutal dan ganas dibenarkan masyarakat."
        "Benar itu!" sahut Sukiran menyela,"Mana ada hari gini warga bela polisi..itu rekayasa goblok. Mereka salah kalau menilai rakyat negeri ini goblok seperti mereka."
        "Itu pasti warga bayaran," tukas Dullah memastikan.
        "Kalau melihat bentuk fisik, keberanian dan ketangkasan warga-warga itu melempari dan menyerang mahasiswa, kok rasanya aneh itu warga masyarakat. Aku curiga, itu warga terlatih," sahut Sukiran.
        "Lhadalah, bisa saja itu polisi sendiri yang menyamar jadi warga lalu ramai-ramai menyerang mahasiswa."
        "Lihat itu! Lihat itu warga yang kepalanya ditutupi kain hitam..hebat sekali dia melempari mahasiswa dengan batu. Gerakannya sudah terlatih bener," seru Dullah menuding-nuding televisi.
        "Iya itu. Kalau bener-bener warga untuk apa kepalanya ditutupi kain hitam, toh mereka itu pembela polisi..."
        "Rekayasa! Rekayasa! Rekayasa goblok!" seru warga serentak.
        Sufi tua mengangkat tangan kanan  ke atas saat kegaduhan pecah dengan hiruk suara bising. Semua diam. Lalu dengan suara berat Sufi tua memberitahu bahwa tindakan represif yang dilakukan polisi terhadap mahasiswa itu akibat petinggi-petinggi polisi hingga keroco-keroco bawahan ahistoris alias buta sejarah bangsa dan negara.
         "Apa hubungan ahistoris dengan kasus polisi menindas mahasiswa, pakde?" tanya Dullah ingin tahu.
         "Ya polisi tidak tahu bagaimana sejarah polisi dan buta sekali dengan sejarah mahasiswa," sahut Sufi tua singkat.
         "Maksudnya bagaimana pakde?" sergah Dullah penasaran.
         "Ya sejarahnya, polisi itu di negeri ini kan dibentuk penjajah Belanda. Jadi sejak lahir, sudah menjadi hamba kekuasaan. Zaman penjajahan dulu malah  ada PID - Politiek Inlichtingen Dient - lembaga intelijen yang bertindak sebagai mata-mata pemerintah penjajah yang anggotanya adalah polisi. Para Founding Father kita banyak ditangkap dan dijebloskan ke penjara gara-gara laporan PID. Kaum Pergerakan juga takut dengan PID," kata Sufi tua menjelaskan.
        "Woo begitu ya.." gumam warga manggut-manggut.
        "Nah di zaman penjajah Jepang, polisi juga bertindak jadi penopang kekuasaan pemerintah penjajah. Yang paling ditakuti adalah polisi tentara Jepang yang disebut Kenpetai. Entah berapa ratus ribu orang kita diinterogasi, dikepruki, dipermak, diinjak-injak, disabet samurai oleh Kenpetai sampai nyawa mereka terbang ke langit," Sufi tua menjelaskan.
       "Woo begitu ya..."
      "Sedangkan mahasiswa, semenjak awal sudah punya peran penting sejak pembenihan embrio hingga kelahiran negara kita. Kalian semua harus tahu, bahwa pergerakan nasional kita dirintis dari KAMPUS oleh Dr Wahidin Sudiro Husodo, Dr Cipto Mangunkusumo, Dr Radjiman Wedyodiningrat, Raden Mas Tirto Adisuryo, Dr Soetomo, Bung Karno, Bung Hatta, dan pahlawan perintis kemerdekaan lain. Sejak Kebangkitan Nasional hingga  Sumpah Pemuda, yang merancang dan memotori adalah mahasiswa. Bahkan untuk memaksa Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan bangsa, mahasiswa sampai menculik dan membawa Bung Karno ke Rengas dengklok. Itu sejarah."
       "Woo begitu ya..."
       "Hidup mahasiswa! Hidup mahasiswa!" seru warga sambung-menyambung.
       Sufi tua mengangkat tangan sambil berkata,"Karena itu, kampus dulu memiliki kebebasan mimbar dan hak untuk mengawasi jalannya pemerintahan agar negara yang mereka lahirkan selamat sampai ke tujuan mewujudkan cita-cita bersama - menciptakan masyarakat adil dan makmur."
       "Interupsi pakde," sahut Dullah mengacungkan tangan,"Kalau memang kampus punya hak untuk mengawasi pemerintahan, kenapa mahasiswa melakukan aksi demo dikeroyok dan dikepruki polisi seolah-olah maling, tukang copet, pengutil, preman jalanan?"
       "Itu karena polisi ahistoris," kata Sufi tua menjelaskan,"Dan hak kampus mengawasi pemerintah dicabut oleh presiden lulusan SMP pada tahun 1978 saat diterapkan NKK/BKK di mana Dewan Mahasiswa dibubarkan dan di kampus dibentuk Resimen Mahasiswa. Kampus harus bersih dari kegiatan politik. Itulah saat kampus diberangus dan dikebiri oleh Orde Baru, yang kader-kadernya tetap berkuasa sampai saat sekarang ini."
        "Wah aturan presiden lulusan SMP yang ahistoris itu harus diubah supaya masyarakat sadar sejarah. Mahasiswa harus diajari politik lagi supaya tidak digoblokkan seperti era Orde Baru," sahut Dullah mengepalkan tangan ke atas.
        "Hidup Mahasiswa! Hidup Mahasiswa!" seru warga mengepalkan tangan dan maju ke muka.

Sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=284351191639265
Oleh Kiyai Agus Sunyoto

Mengutip Sabda Tuhan tanpa konfirmasi

      Suatu pagi tanpa diundang ustadz Afrochi As-Salafi berkunjung ke pesantren sufi menemui Sufi Sudrun, Sufi Kenthir, Sufi tua, Dullah, dan Sufi Majenun yang duduk-duduk di teras musholla. Tanpa diminta, ustadz Afrochi As-Salafi menceramahi para sufi dengan mendasarkan ucapannya pada dalil-dalil Al-Qur'an. Ustadz Afrochi As-Salafi memberi petunjuk kepada para sufi tentang amaliah yang benar, bersih dan lurus sesuai ajaran Islam sebagaimana dicontohkan Nabi Saw dan tidak mencampur-adukkan ajaran Islam dengan amaliah bid'ah.
        Dengan mengutip ayat yg berbunyi "walaa talbis al-haqqa bi al-bathili" ustadz Afrochi As-Salafi menuding para sufi telah sesat karena mencampur-adukkan ajaran Islam yang haqq dengan ajaran bid'ah yang bathil. Dengan piawai ustadz Afrochi As-Salafi menunjukkan semua praktek sufisme yang menurutnya bid'ah dlolala. Bahkan dengan hujjah yg keras ustadz Afrochi As-Salafi menuding bahwa para sufi akan masuk neraka semua jika tidak mengikuti pweringatannya.
        Setelah puas berbicara, tiba-tiba Sufi Sudrun sambil ketawa-ketiwi bertanya,"Sampeyan mengutip ayat-aysat Al-Qur'an itu apa sudah konfirmasi dengan Yang Bersangkutan?"
        "Konfirmasi?" sahut ustadz Afrochi As-Salafi,"Maksaud saAMPEYAn apa?"
        "Lho sampeyan yakin tidak kalau Al-Qur'an itu sabda, ujar, kata-kata Allah yang disampaikan kepada manusia lewat lisan Rasulullah Saw?" tanya Sufi Sudrun
         "Ya pasti percaya."
         "Nah yang saya maksud, ketika sampeyan mengutip ayat-ayat Al-Qur'an apa sampeyan sudah konfiormasi dengan Allah bahwa memang seperti itu maksud-Nya dalam ayat-ayat itu" kata Sufi Sudrun ketawa,"Maksud saya, kalau sampeyan sudah konfirmasi kepada Allah yang bersabda bahwa makna ayat itu adalah seperti apa yang sampeyan ucapkan, tolong saya sampeyan beritahu di mana alamat-Nya supaya saya juga bisa konfirmasi kebenaran sabda-Nya sesuai yang dimaksudkan-Nya.".
          Ustadz Afrochi as-Salafi ragu-ragu dan bingung. Lalu sambil menggumam ia menyahut,"Mana bisa kita konfirmasi dengan Tuhan. Kita kan hanya menafsirkan sabda-Nya."
          "Oo begitu ya," sahut Sufi Sudrun,"Sampeyan pakai tafsir Al-Qur'an apa, Ibnu Katsir, al-Maraghi, Jalalin, al-Kautsar...?"
          "O tidak perlu. Kita kan bisa menafsir sendiri?"
          "Kalau begitu," sahuty Sufi sudrun dalam bahasa Arab,"Saya juga bisa menafsir sendiri ayat-ayat al-Qur'an. dan menurut tafsir saya, kutipan sampeyan keliru semua. Itu tafsir tekstual yang menunjukkan sampeyan tiak faham asbabul nuzul, tarikh, badi', ma'ani, balagho, ...."
          Ustadz Afrochi As-Salafi yang ternyata tidak bisa ngomong bahasa Arab hanya bengong sambil bergumam ah uh ah uh...
         Dullah yang duduk di samping Sufi Sudrun geleng-geleng kepala menggumam,"Ee tak pikir ilmunya sudah lewat langit ketujuh dan sudah mi'raj ruhani ketemu Gusti Allah, ma'rifat,..nggelethek..."

Senin, 20 Juni 2011

Aroma Bisnis Tanah Merebak, Indikasi Keterlibatan Pejabat Makin Pasti


SOFIFI- Keterlibatan sejumlah pejabat pemerintah Provinsi Maluku Utara dalam memanfaatkan proyek pembebasan lahan untuk memperkaya diri dengan menggunakan jasa makelar, hampir pasti terkuak. Sejumlah nama yang oleh pansus aset disebut sebagai makelar, pada setiap tahun proyek pembebasan lahan, nama mereka (Makelar) selalu mengisi daftar Biro Pemerintahan Setdaprov Malut sebagai pemilik tanah yang dibebaskan. Tanah-tanah mereka yang dibebaskan terhampar mulai dari Kusu sampai Rioribati.

Dua nama tersebut adalah RY dan MJ Warga Desa Balisosa-Barumadoe. Dari data rekapitulasi pembebasan dan pensertifikatan tanah pemerintah daerah yang dimilki Biro Pemerintahan keterlibatan mereka dalam dugaan melakoni kegiatan bisnis tanah yang anggarannya disupor dari sejumlah pejabat pemprov terhitung sejak tahun 2003 sampai 2010. Anehnya, kedua orang ini sepertinya telah tau, lokasi mana saja yang akan dibebaskan oleh pemerintah daerah. Sehingga ketika proyek pembebasan itu digulirkan. Lahan mereka-pun dijual, bahkan dalam setahun sampai tiga lokasi lahan mereka yang dibebaskan dengan nilai yang cukup fantastis.

RY misalnya, dari data yang dikantongi, dia menjual lahan pertama pada tahun 2003. pada pembayaran pertama tersebut lokasi lahannya berada di Desa Sofifi yang luas lahannya tidak disebutkan juga dengan harga tanahnya. Pada pembebasan ini, RY hanya mendapatkan pembebasan tanaman sebesar Rp. 14.480.825 yang dibayarkan pada tanggal 26 Juni 2003. Pada tahun yang sama, Biro Pemerintahan kembali membebaskan tanaman tanpa tanah milik RY di Desa Sofifi Rp. 2.176.000 yang dibayar pada tanggal 10 Juli 2003.

Ditahun 2004, RY kembali menjual lahannya di Desa Guraping dengan luas lahan 5,225 M2, RY mendapatkan pembayaran tanah plus tanaman mencapai Rp. 159.177.500 pada tanggal 1 Desember 2004. Ditahun 2005, nama RY kembali menghiasi daftar pembebasan lahan milik Biro Pemerintahan Provinsi Malut, kali ini, tanah yang RY jual berlokasi di Desa Somahode dengan luas lahan 8.272 M2 atau seharga Rp. 251.230.000 yang dia terima tanggal 32 Juli 2005. Kemudian pada tanggal 29 Oktober ditahun yang sama, lahan RY kembali dibebaskan seluas 1,304 M2 dengan harga Rp. Rp. 76.581.500.

Memasuki tahun 2006, satu nama lagi yang disebut-sebut oleh pansus aset DPRD Malut sebagai makelar tanah para pejabat, mulai beraksi. Dia adalah MJ, ditahun 2006, lahan pertama MJ yang dibebaskan seluas 15,065 M2 dengan nilai Rp. 455.667.000 yang dibayarkan pada tanggal 5 Juni 2006, lokasi lahan ini berada di Desa Sofifi. Ditahun yang sama, tercatat ada empat lahan lainnya milik MJ yang dibebaskan, yakni pada tanggal 31 Agustus 2006 lahan milik MJ di Desa Sofifi dengan luas 17,500 M2 dengan nilai Rp. 238.502.000, kemudian pada tanggal 20 Oktober 2006 dilakukan pembebasan lahan MJ sebanyak tiga tempat, yakni lahan seluas 3,303 M2 dengan nilai Rp. 77.158.750 yang tidak disebutkan lokasinya, lahan dengan luas 348 M2 dengan nilai Rp. 13. 020.000 di Desa Sofifi dan lahan seluas 5,000 M2 di Desa Akekolano dengan nilai Rp. 136.075.000. sementara untuk RY, ditahun 2006, hanya dua lokasi lahan miliknya yang dibebaskan, yakni tanggal 26 April 2006 dengan nilai Rp. 5.407.500 dengan luas lahan 302 M2 dan pada tanggal 20 Oktober 2006 seluas 1,501 M2 dengan nilai 21.449.250. kedua lahan ini berlokasi di Desa Guraping.

Ditahun 2007, lahan MJ dan RY juga masuk dalam daftar pembebasan lahan. RY tercatat dua kali lahannya dibebaskan, yakni pada tanggal 23 Maret seluas 13,980 M2 dengan nilai Rp. 442.500.000 dan yang kedua pada tanggal yang sama, perbedaannya, jika pada pembayaran pertama tertera luas lahan, pada yang kedua ini, luas lahan tidak diketahui, namun RY tetap mendapatkan pembayaran sebesar Rp. 17.260.000. kedua lahan RY ini berada di Desa Guraping. Sementara MJ tercatat hanya satu lahannya yang dibebaskan yakni pada tanggal 23 Maret. Lahannya itu terletak di Desa Sofifi dengan luasnya 10,700 M2. Lahan MJ tersebut dihargai senilai Rp. 365.123.000.

Pembebasan lahan terus dilakukan, pada tahun 2008, nama kedua orang ini kembali tercatat didalam daftar rekapitulasi pembebasan lahan. Yang luar biasanya, lahan milik RY yang tersebar di empat Desa masuk dalam peta pembebasan dan tercatat lahan diempat titik tersebut dilakukan pembayaran sebanyak delapan kali. Pertama pada tanggal 22 April 2008, lahan RY di Desa Galala dengan luas 1,987 M2 dibebaskan dengan nilai Rp. 94.391.500, berlanjut pada bulan juli, dua lokasi lahan RY di Desa Kusu masuk dalam peta pembebasan lahan, dimana tertanggal 17 Juli lahan RY seluas 3,981 M2 dibayarkan dengan nilai Rp. 163.649.000 dan pada tanggal 25 Juli RY menerima pembayaran sebesar Rp. 122.869.000 dengan luas lahan 2,090 M2.
Pada bulan september tahun 2008, tepat tanggal 6, lahan RY tanpa lokasi kembali dibebaskan, kali ini luasnya 14,029 dengan total anggaran Rp. 428.092.500. pada bulan November, tepat tanggal 10 dua lahan RY di Desa Guraping kembali dibebaskan, dua lahan dengan luas 24 M2 dihargai masing-masing Rp. 7.560.000. pembebasan lahan RY terjadi lagi pada bulan Desember tahun yang sama, tepatnya pada tanggal 23, dua lahan pada tempat yang berbeda dibebaskan, yakni satu lahan dengan luas 2,715 di Desa Kusu dibebaskan dengan harga Rp. 106.602.500 dan satunya lagi Kaplingan (Patok) di Ternate dibebaskan dengan nilai Rp. 50.000.000. sementara MJ pada tahun 2008 tercatat hanya satu kali lahannya dibebaskan, yakni lahannya yang berada di Desa Balbar dengan luas 7,865 M2. Lahan yang dibayar pada tanggal 22 April tersebut tercatat dengan nilai Rp. 402.640.000.

Memasuki tahun 2009 dan 2010 ketika pembebasan tanah masih dilakukan oleh Biro Pemerintahan, dua nama ini kembali menghiasi daftar. Pada tahun 2009 misalnya, empat lokasi lahan milik RY kembali dibebaskan, tiga diantaranya berada di Desa Kusu dan satunya lagi berada di Desa Guraping. Tiga lahan di Desa Kusu, masing-masing dengan luas 12,712 M2, luasan ini dihargai sebesar Rp. 730.065.000, kemudian lahan dengan luas 6,108 M2 yang dihargai Rp. 295.440.000 dan lahan seluas 4,746 M2 dihargai dengan nilai Rp. 213.570.000. ketiga lahan ini dibebaskan bersamaan pada tanggal 17 April 2009. Kemudian lahan RY di Desa Guraping seluas 5,449 M2 dibebaskan pada tanggal 28 Oktober 2009 dengan nilai Rp. 245.205.000. sementara lahan milik MJ hanya tercatat satu kali pembebasan yakni pada tanggal 7 Agustus 2009 juga berlokasi di Desa Kusu dengan luas lahan 1.605 M2 dengan nilai pembayaran sebesar Rp. 145.060.000.

RY dan MJ masih terlalu tangguh, kedua nama ini belum bergeser dari daftar. Ditahun 2010, RY kembali mendulang keuntungan, tiga lahan miliknya masik dalam peta pembebasan, dua lahan berada di Desa Kusu dan satunya berada di Desa Balbar. Dua lahan di Desa Kusu, dibebaskan masing-masing pada tanggal 25 Februari dan 14 April 2010. Dimana, untuk bulan Februari, lahan RY yang dibebaskan adalah seluas 2,703 M2 dengan nilai Rp. 121.635.000 dan pada bulan April dengan luas lahan 5,100 M2 dengan nilai Rp. 367.563.500. dan lahannya di Desa Balbar, dibebaskan pada tanggal 27 Oktober dengan nilai Rp. 26.565.000 dengan luas lahan 759 M2. Sementara itu, MJ sendiri sepertinya tidak mau kalah, pada tahun 2010, dua lahan miliknya masuk dalam peta pembebasan, yakni pada tanggal 14 April dan 27 Oktober 2010. Dua lahan tersebut terletak di Desa Akekolano yang masing-masing lahan dengan luas 8.328 M2 dihargai Rp. 486.975.000 dan lahan seluas 2.912 M2 yang dibebaskan bulan oktober dengan nilai Rp. 134.910.000.

Praktis, sejak keterlibatan keduannya, jika RY sejak tahun 2003 sampai 2010, untuk proyek pembebasan lahan dirinya sudah mengantongi uang sejumlah Rp. 3.971.010.375. sementara untuk MJ yang meski baru terlibat pada tahun 2006, jika dihitung secara keseluruhan, keuntungannya dari lahan-lahan yang telah dibebaskan mencapai Rp. 2.855.273.250. lahan-lahan yang dimiliki kedua orang ini, tersebar dari Desa Kusu sampai Rioribati. Sebagaimana hasil On The Spot yang dilakukan oleh pansus pemekaran beberapa waktu lalu, sejumlah lahan yang dibebaskan oleh Biro Pemerintahan ini terkesan melompat-lompat. Bahkan pansus mensinyalir adanya keterlibatan sejumlah pejabat pemprov Malut sebagai mafia lahan. Bahkan, beberapa waktu lalu juga, pansus sempat merilis foto lahan milik para pejabat itu. Meski akhir-akhir ini pansus aset sulit ditemui, namun masyarakat berharap, pansus bisa mengungkap misteri pembebasan lahan dalam rumusan rekomendasinya ke pimpinan DPRD Malut nantinya.

“ Kita berharap, Pansus Aset dapat membongkar mafia lahan ini dan menyertakannya dalam point rekomendasi mereka nanti. Bahkan untuk membuktikan keseriusannya, pansus harus berani mendorong penggunaan hak angket. Karena sudah sangat jelas, ada keterlibatan para pejabat dalam proyek pembebasan lahan ini,” kata Amir Abdullah Koordinator Aliansi Organisasi se-Malut untuk masyarakat Korban Pembebasan lahan baru-baru ini.

Sekedar diketahui, sebelumnya, RY dalam pengakuannya pernah mengungkapkan nama salah satu pejabat di Pemprov Malut berinisial ICH telah membeli gunung. Bahkan, pengakuan yang sama juga disampaikan mantan Kepala Bidang Pertanahan dan Perbatasan Biro Pemerintahan Umum Setdaprov Malut, Miftah Bay. Bahwa, dirinya merasa bingung dengan pembelian gunung itu, namun oleh pejabat berinisial ICH, gunung tersebut kedepan nantinya akan berubah menjadi uang.

Dugaan keterlibatan sejumlah pejabat ini, jika benar terbukti, tentu telah bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Pasal 4 ayat 6 tentang larangan. Telah jelas disebutkan seorang PNS dilarang melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara. (amy)
 

Minggu, 19 Juni 2011

Terkait Dana Penyertaan Modal Petani Cengkeh Malut Halmahera Jaya Tuntut Tomy Soeharto

SOFIFI- Pusat Koperasi Unit Desa (Puskud) Halmahera Jaya bertekad menuntut Badan Penyangga dan Perdagangan Cengkeh (BPPC) milik Tommy Soeharto putera mantan presiden RI ke-dua terkait dana penyertaan modal koperasi untuk petani cengkeh di Maluku Utara. Dana milyaran rupiah tersebut, sudah sepuluh tahun tidak kunjung diberikan.

Adam Mahrus, salah satu anggota Puskud Halmahera Jaya kepada Radar Halmahera kemarin mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan kuasa hukum dengan menggunakan jasa salah satu lembaga hukum di Jakarta untuk mengadukan persoalan tersebut ke Pengadilan Jakarta Selatan. Dikatakannya, BPPC yang dipimpin Tomy sudah tidak lagi melakukan pengembalian uang simpanan milik anggota Koperasi yang dikumpulkan.

“ Dana ini sebenarnya sudah lama di BPPC, tapi lembaga (BPPC) ini sudah bubar, sementara uang petani cengkeh belum dikembaliakan. Karena itu kita (Halmahera Jaya) sebagai induk koperasi berupaya melakukan penuntutan ke Pengadilan Jakarta Selatan. Mungkin dengan cara ini mereka (BPPC) bisa memperhatikan,” katanya.

Dijelaskannya, besaran dana tersebut mencapai angka Rp. 12 Milyar yang berasal dari simpanan petani petani cengkeh melalui koperasi. Dimana para petani cengkeh saat menjual cengkehnya dibuka sebahagian untuk disimpan sebagai bentuk dana penyertaan modal kelak. Sayangnya, setelah sepuluh tahun belakangan, hak petani cengkeh Malut yang disetor ke BPPC tidak pernah dikembalikan.

“ Dana Penyertaan modal seluruh koperasi di maluku Utara sekitar Rp.12 M yang ada di Jakarta belum terbayar. Kemarin kita rapat, kita berupaya memperjuangkan dari aspek hukum agar dana tersebut bisa dipulangkan ke Malut. Karena itu hak masyarakat malut,” jelasnya.

Dijelaskannya, BPPC yang dipimpin Tomy Soeharto ini, sejak september 1993 sudah tidak kedengaran lagi gaungnya. Padahal, masih banyak hak koperasi didaerah yang belum dilunasi. Apalagi, terendus kabar bahwa BPPC telah mengoperkan tugas penyanggaan tersebut kepada Induk Koperasi Unit Desa Nasional dan Puskud. Namun untuk Maluku Utara sendiri tidak jelas keberadaannya.

“ Sudah sekitar sepuluh tahun lebih ini belum dibayarkan kepada kami di Malut. Jadi kita mau tuntut langsung ke pengadilan jakarta selatan. Ini sangat membantu ekonomi kerakyatan di malut,” terangnya. (amy)
 Sumber : http://www.facebook.com/photo.php?fbid=1594279675890&set=o.118992731517593&type=1&ref=nf

Sabtu, 18 Juni 2011

17 M Untuk ‘Plesiran’ Tiga Pejabat Propinsi Maluku Utara


Fantastis

SOFIFI- Keluaranya ‘larangan’ Gubernur Maluku Utara, Thaib Armaiyn agar Sekertaris Daerah tidak sekedar mengeluarkan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) kepada seluruh pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tanpa ada bukti nyata perjalan dinas, dengan maksud efisiensi anggaran, ternyata tidak diikuti oleh yang mengeluarkan ‘fatwa’ sendiri. Gubernur beserta Wakil Gubernur dan Sekertaris Daerah ternyata punya alokasi anggaran perjalanan dinas yang cukup fantastis angkanya.

Hal ini terungkap dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Maluku Utara (Malut) tahun 2011. Dalam dokumen yang disembunyikan itu, anggaran perjalanan dinas ketiga pejabat tersebut senilai Rp.17.8 Miliar, yang dialokasikan dalam tiga program kegiatan.

Dalam program Rapat-rapat Koordinasi dan Konsultasi keluar daerah dengan kode rekening 1.20.1.20.03.01.18. Pemprov Malut menganggarkan dana sebesar Rp. 12,4 Miliar yang terdistribusi ke-dua item perjalanan dinas yakni perjalanan dinas dalam daerah dan perjalanan dinas luar daerah. Untuk perjalanan dinas dalam daerah dengan nomor rekening 1.20.1.20.03.01.18.5.2.2.15.01 dialokasikan sebesar Rp. Rp. 3,7 Miliar. ‘Jatah’ untuk Gubernur dari total anggaran tersebut adalah sebesar Rp. 1,7 Miliar per tahun. Belanja perjalanan dinas Wakil Gubernur dalam satu tahun anggaran sebesar Rp. 1,5 Miliar dan untuk sekertaris Daerah adalah sebesar Rp. 500 juta per tahun.

Item perjalanan dinas keluar daerah dalam program rapat -rapat Koordinasi dan Konsultasi keluar daerah. Pemprov mengalokasikan anggaran senilai Rp. 8,7 Miliar pertahun. Item perjalanan dinas dengan kode rekening 1.20.1.20.03.01.18.5.2.2.15.02 itu kemudian total anggarannya dibagi dengan tiga pejabat. Untuk Gubernur Thaib Armaiyn sebesar Rp.2,9 Miliar, Wakil Gubernur sebesar Rp. 1,7 Miliar dan Sekertaris Daerah sebesar Rp. 4 Miliar.

Tidak hanya itu, Gubernur dan Wakil Gubernur Malut kembali mendapatkan jatah perjalanan dinas baik dalam maupun luar daerah dalam dua program lainnya. Pada program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dianggarkan sebesar Rp. 8,2 Miliar dengan kode rekening 1.20.1.20.03.16. dari total ini, sebesar Rp. 3,1 Miliar dialokasikan untuk item perjalanan dinas dengan kode rekening 1.20.1.20.03.16.05.5.2.2.15.
Untuk perjalanan dinas dalam daerah yang dialokasikan dengan kode rekening 1.20.1.20.03.16.05.5.2.2.15.01 senilai Rp.1,7 Miliar dengan perincian, Gubernur, Thaib Armaiyn mendapatkan alokasi sebesar Rp. 1,5 Miliar dan Wakil Gubernur, A.Ghani Kasuba sebesar Rp. 200 Juta. sementara untuk perjalanan dinas Keluar daerah dengan kode rekening 1.20.1.20.03.16.05.5.2.2.15.02 mendapat alokasi Rp. 1,3 miliar yang dalam perinciannya untuk Gubernur sebesar Rp. 1,1 Miliar dan wakil Gubernur sebesar Rp. 229 Juta.

Berikutnya pada program koordinasi dengan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah lainnya, yang untuk kegiatan perjalanan dinas kepala daerah dianggarkan sebesar Rp. 2,2 Miliar tanpa ada perincian, berapa besar untuk Gubernur dan Wakil Gubernur.

Dari tiga item program ini saja, secara keseluruhan anggaran untuk perjalanan dinas tiga pejabat Pemprov Malut dalam satu tahun telah mencapai angka belasan miliar ( Rp. 17 M). Tak tanggung-tanggung, masing-masing pejabat mem-benderol angka yang cukup fantastis. Lihat saja dalam program Rapat-rapat Koordinasi dan Konsultasi keluar daerah, Gubernur secara seseluruhan mendapat jatah sebesar Rp. 4,7 Miliar, di susul sekertaris Daerah (sekda) sebesar Rp. 4,5 Miliar dan sebagai juru kunci Wakil Gubernur mendapat sebesar Rp. 3, Miliar sehingga totalnya menjadi Rp. 12,4 Miliar.

Jika digabungkan dengan item program lainnya, yakni program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Anggaran perjalanan dinas Gubernur Malut dalam setahun sangat fantastis karena mencapai angka Rp. 7,3 Miliar. sementara Wakil Gubernur mendapatkan jatah sebesar Rp. 3,6 Miliar. angka ini belum digabungkan dengan perjalanan dinas dalam program koordinasi dengan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah lainnya sebesar Rp. 2,2 Miliar karena tida ada perincian. (amy)
 

Ajak Rekanan Somasi Pemprov PU Sebut Tanggung Jawab Keuangan


Pembangunan Sofifi yang tidak beres sejak 11 tahun lalu

SOFIFI- Tertunggaknya sejumlah pembayaran pekerjaan proyek oleh pemerintah provinsi Maluku Utara kepada rekanan kembali membuat anggota DPRD Malut bereaksi. Rekanan diminta melayangkan Somasi kepada Pemprov Malut untuk mendapatkan haknya. Dinas PU dan Kimpraswil tidak mau ambil resiko, persoalan pembayaran pekerjaan adalah tanggungjawab Biro Keuangan Setdaprov Malut.

Anggota Komisi III DPRD Malut, Syachril Marasaoly kepada Radar Halmahera mengatakan, hingga saat ini, Pemprov masih menunggak hutang milyaran rupiah kepada pihak ketiga. Anehnya lagi menurut dia, dalam pembahasan anggaran tahun lalu, pemprov melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) terkesan menyembunyikan persoalan itu.

“ akhirnya apa, hutang tersebut tidak masuk dalam pembiayaan APBD tahun 2011 ini,” katanya.

Hutang Pemprov kepada pihak ketiga itu sendiri menurut dia, berkisar pada angka Rp.23 Milyar. Karena itu, Politisi Partai Bulan Bintang (PBB) Malut ini menyarankan kepada rekanan yang merasa dirugikan oleh Pemprov Malut untuk menempuh jalur hukum dengan cara melayangkan somasi agar pemprov Malut dapat memperhatikan dan melusai hak mereka.

“ Karena itu pihak ketiga yang dirugikan sebenarnya dapat melayangkan Somasi ke Pemprov. Kalau tidak salah hutang itu berkisar 23 Milyar,” ungkapnya.

Sementara terkait dengan persoalan hutang ini, Kepala Dinas PU dan Kimpraswil Malut, Suyono Prodjodimulyo mengatakan, pihaknya tidak bertanggungjawab terkait dengan persoalan hutang, persoalan tersebut menurut dia menjadi kewenangan biro keuangan Setdaprov Malut.

“ Kalau soal hutang itu prosesnya di keuangan, soal dia belum bayar ya tanggungjawab dia,” ujarnya.

Sebelumnya, terkait dengan persoalan hutang ini, Dinas PU dan Kimpraswil sempat menjadi bulan-bulanan anggota DPRD Malut. Bahkan, Gubernur Malut, Thaib Armayn didesak untuk menggantikan kepala dinas PU karena dinilai tidak mampudalam menjalankan kinerjanya. Terkait dengan persoalan itu, Suyono yang ditemui juga menjelaskan jika pihaknya hanya menangani persoalan tekhnis. Setelah proses pengerjaan selesai, pihaknya kemudian memproses laporan kepada pimpinan dan meminta dilakukan pembayaran terhadap pekerjaan tersebut.

“ Kalau kita inikan apa yang sudah dikerjakan dan telah selesai, maka kita akan memproses dan melaporkan. Kalau memang harus dibayar ya kita usulkan untuk dibayar. Soal tidak bayar atau apa alasannya, mungkin tidak ada anggaran atau apa, itu tanggungjawab mereka,” jelasnya.

Ditambahkannya, dirinya dalam bekerja tidak pernah melakukan penahanan pembayaran. Sementara untuk pekerjaan MY dan reguler lainnya yang terkesan tersendat-sendat pada tahun 2011 ini, Suyono mengatakan, jika saja Biro Keuangan tidak melakukan penahanan, semua pekerjaan sudah dapat dipastikan selesai.

“ Tapi hal inikan tidak seperti membalik tangan,” imbuhnya.

Sekedar diketahui, terkait dengan persoalan hutang kepada pihak ketiga ini, Ketua Komisi IV DPRD Malut, Amin Drakel beberapa bulan lalu mengatakan, masih terdapat hutang sekitar Rp. 6 Miliar kepada kontraktor pelaksana. Dimana hutang tersebut berasal dari proyek lanjutan Kantor Gubernur, Proyek Bundaran depan Gedung DPRD malut dan proyek timbunan di halaman samping kiri dan kanan Kantor DPRD Malut.

Terkait persoalan hutang ini sebelumnya juga laporan Panitia Khusus (Pansus) APBD DPRD Malut. Dalam laporan tersebut disebutkan, telah terjadi penggelembungan nilai hutang kepada pihak ketiga pada tahun 2009 sebesar Rp. 10.599.362.336.

Fakta yang terungkap dalam rapat kerja pansus disebutkan total nilai hutang adalam sebesar Rp. 62.906.725.946. nilai ini didasarkan pada selisih hasil perhitungan antara nilai pekerjaan fisik yang telah terealisasi sebesar Rp. 214.169.841.754 dengan realisasi pembayaran sebesar Rp. 151.263.115.808. anehnya, dalam neraca per 31 Desember 2009, Pemprov Malut mengakui adanya hutang kepada pihak ketiga sebesar Rp.73.506.088.282 berdasarkan atas selisih antara nilai yang dikontrakkan sebesar Rp. 224.769.204.090 dengan nilai realisasi pembayaran.

Penetapan nominal hutang ini ternyata pemerintah tidak memperhitungkan secara cermat realisasi fisik pekerjaan, dimana mengesampingkan pelaksanaan pekerjaan yang belum mencapai 100 persen. Ini tentunya, menyebabkan terjadi penggelembungan nilai hutang sebesar Rp. 10.599.362.336. (amy)