AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

Jumat, 14 Mei 2010

Pelajari Sejarah Mu, Maka Kau Kana Tau Siapa Dirimu Sebenarnya....

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu elemen mahasiswa yang terus bercita-cita mewujudkan Indonesia ke depan menjadi lebih baik. PMII berdiri tanggal 17 April 1960 dengan latar belakang situasi politik tahun 1960-an yang mengharuskan mahasiswa turut andil dalam mewarnai kehidupan sosial politik di Indonesia. Pendirian PMII dimotori oleh kalangan muda NU (meskipun di kemudian hari dengan dicetuskannya Deklarasi Murnajati 14 Juli 1972, PMII menyatakan sikap independen dari lembaga NU). Di antara pendirinya adalah Mahbub Djunaidi dan Subhan ZE (seorang jurnalis sekaligus politikus legendaris).

Latar belakang pembentukan PMII

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah wal Jama'ah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penyebab berdirinya PMII:
Carut marutnya situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959.
Tidak menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada.
Pisahnya NU dari Masyumi.
Tidak enjoynya lagi mahasiswa NU yang tergabung di HMI karena tidak terakomodasinya dan terpinggirkannya mahasiswa NU.
Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada (Masyumi) yang nota bene HMI adalah underbouw-nya.

Hal-hal tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahsiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Organisasi-organisasi pendahulu

Di Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa'il Harits Sugianto.Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad. Namun keberadaan kedua organisasi mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.

Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma'il Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU.

Konferensi Besar IPNU

Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi mahasiswa NU senantisa muncul dan mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:

A. Khalid Mawardi (Jakarta)
M. Said Budairy (Jakarta)
M. Sobich Ubaid (Jakarta)
Makmun Syukri (Bandung)
Hilman (Bandung)
Ismail Makki (Yogyakarta)
Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
Laily Mansyur (Surakarta)
Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
Hizbulloh Huda (Surabaya)
M. Kholid Narbuko (Malang)
Ahmad Hussein (Makassar)

Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid.

Deklarasi

Pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang,Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat tu diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan. Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan. Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan atau persatuan. Akhirnya disepakati huruf "P" merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”. Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah.

Independensi PMII

Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan partai induknya, NU. PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural maupun fungsional. Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta organisasi- organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1971 melalui Mubes di Murnajati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII.

Namun, betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural- ideologis, PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan organisasi lain.

Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral, kesamaan background, pada hakekat keduanya susah untuk direnggangkan.

Makna Filosofis

Dari namanya PMII disusun dari empat kata yaitu “Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”. Makna “Pergerakan” yang dikandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam sekitarnya. “Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas kekhalifahannya.

Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara.

“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami dengan haluan/paradigma ahlussunah wal jama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara iman, islam, dan ikhsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif. Islam terbuka, progresif, dan transformatif demikian platform PMII, yaitu Islam yang terbuka, menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan. Keberbedaan adalah sebuah rahmat, karena dengan perbedaan itulah kita dapat saling berdialog antara satu dengan yang lainnya demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradab (civilized).

Sedangkan pengertian “Indonesia” adalah masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 45.

Sebuah Tulisan Tanpa Judul Untuk Pergerakan Ku

Dewasa ini, gerakan yang dibangun PMII Cabang kota Tidore laksana ‘jet tempur” yang menukik keudara tanpa hambatan, bergerak dengan bebas. Dibawah sana, banyak yang berharap, banyak juga yak tak hentinya menggelengkan kepala hanya sekedar memuji dan benar-benar memuji. Banyak pula yang bertanya, siapa pilotnya? Dan dimana pilot itu menimba ilmu sehingga ia mampu menukik dan bersahabat dengan awan ? siapa yang membentuk karakter sang pilot hingga dia begitu berani, meski nyawa taruhannya. Karena dia harus bermain diatas wilayah sang musuh yang setiap saat harus menerima hujan peluruh dan sesekali dia dapat dikejar oleh pesawat tempur musuh. Tapi tetap saja ia berani.
Kita meski akui, sejarah mencatat bahwasannya, jika kita dimedan tempur dan akhirnya ditangkap musuh, sampai mati mulut kita tak akan dibuka hanya untuk mengatakan, dialah yang mengajari kita tentang cara bertempur yang baik. Tidak!!! Karena itu bagian dari strategi kita untuk meraih kemenangan demi menjaga kedaulatan rakyat kita. Sampai mati, tidak akan pernah terjadi… karena itulah ksatria.
Aku berharap, yang terlintas dalam benak sahabat-sahabat ku dan aku sendiri adalah kita seperti ksatria itu. Kita tak akan membuka mulut dan bercerita tentang besarnya kita, tentang seberapa banyak kita berbuat untuk rakyat kita. Kita juga tidak menggunakan tenaga orang lain untuk sekedar bargaining. Tidak sahabat, itu tak baik .
Jangan seperti mereka yang “mengklaim” PMII adalah milik mereka, sahabat-sahabat lahir dan besar dalam gerakan karena upaya mereka. Sesungguhnya itu tak baik pula. PMII tidak pernah besar jika tak dibesarkan oleh orang-orang PMII itu sendiri. PMII besar dalam gerakan, karena itulah PMII. Tapi kadang PMII laksana “Kuda tunggangan” yang selalu digunakan disaat momentum politik bergulir. Keterlibatan PMII dalam gerakan social (Gersos) dinilai dan diarahkan kepada gerakan politik. Naudzubillah..
Semua itu karena PMII memiliki basis rill dan kaders militan yang tak pernah memikirkan efek domino dari gerakan yang dibangun. PMII dalam gerakan selalu bersandar pada keikhlasan membantu rakyat. Tidak atas dasar memasang target politik. Besarnya kaders PMII karena kemampuan intelektualnya. Bukan karena PMII yang membesarkan dengan strategi Gaining position. Tidak!!!
Kita diajak nimbrung ke PMII adalah untuk belajar bagaimana mengembangkan jiwa social dan keislaman. Agar nantinya kita mampu menerapkan hal itu di lingkungan masyarakat. Bukan menjadikan PMII sebagai batu loncatan untuk meraih kesuksesaan personal. Jika PMII sendiri seperti itu, mengapa kita membiarkan orang lain yang bukan PMII seenakya mengklaim PMII sebagai miliknya dan menadikan PMII sebagai “komoditi” bernilai ekonomis tinggi.
PMII bukan “Tokek” yang dijual dengan harga mahal setelah ditangkap. PMII bukanlah organisasi murahan. Kedekatan PMII dengan orang luar merupakan bagian dari silaturahmi “ukhuwah islamiyah”,kedekatan PMII dengan orang luar merupakan bagian dari strategi gerakan yang dibangun. Tapi bukan berarti kedekatan yang tercipta dari hubungan aliansi membuat orang-orang dengan mudahnya mengklaim PMII sebagai milik dan dapat diarahkan kepada gerakan politik.
Menjengkelkan, jika dipandang…
Sahabat-sahabat ku, saat ini kita diperhadapkan dengan pekerjaan rumah yang gampang-gampang susah. Dimana kaderisasi organisasi mengalami degradasi dari setiap tahun, kaders kita tak bedanya “tong kosong nyaring bunyinya” jago berorasi namun bobot keilmualnya hanya sejengkal. Seharusnya itu yang dilakukan, tapi tidak berarti meninggalkan arena advokasi masa rakyat yang telah dibentuk. Disamping mendirikan kantong-kantong gerakan rakyat, PMII juga harus melihat seberapa besar perhatiannya pada orang-oarang yang selama ini berada didalam PMII itu sendiriItu yang kita lupa karena keasyikan kita dibidang ekternal.
Aktifitas kita diluar saat ini hanyalah sumbangan untuk orang-orang yang malas bekerja. Bukan berarti kita menginginkan balasan dari apa yang kita lakukan untuk rakyat. Sekali lagi PMII bukanlah tipe organisasi kaders yang demikian. Tapi, sudah cukup kita dimanfaatkan sekelompok orang akan militansi gerakan kaders PMII.
Kembalilah ke rumah mu dulu, banahi dapurmu, benahi ruang tamu, benahi kamarmu lalu benahi pekarangan rumah. Kemudian kamu benahi halaman dan seisi rumah orang lain. Ajarkan kepada kaders mu bagaimana memegang sapu yang baik untuk membersihkan sampah sampai disudut-sudut rumah yang meski sulit dijangkau. Karena kadang kuman yang menempel disudut adalah penyumbang pertama “virus” yang membuat sakit tubuh mu…
Sahabat, mohon maaf jika aku salah…
Demikian tulisan tak berbobot ini….
Wallahul Muwafieq Illa Aqwamiet Tharieq
Wassalam..

By : ditya erlangga
Lokasi PT.NHM, 08 April 2010

Sejarah Hadirnya PMII Di Kota Tidore Kepulauan

Secara Yuridis formal, PMII Cabang Tidore telah ada semenjak tahun 2004. namun keberadaan PMII Cabang Tidore pada tahun 2004 tersebut adalah sebuah kehadiran prematur dan terkesan di paksakan untuk kepentingan kongres PMII pada tahun 2005 yang di laksanakan di Bogor. jadi, awal keberadaan Kehadiran PMII Cabang Tidore adalah akibat dari kepentingan Kongres semata, hingga keberadaannya dapat terakomodir menjadi Peserta penuh yang dapat menentukan siapa pemimpin kedepan PMII secara nasional pada waktu itu. PMII Cabang Kota Tidore selama tiga periode kepengurusan dipegang oleh Mahasiswa-mahasiswa/Sahabat/i PMII dari PMII Cabang Ternate, selama itu pula masyarakat Tidore khususnya Mahasiswa yang menempuh study di Tidore tidak pernah mengetahui tentang keberadaan sebuah wadah pergerakan yang mengatasnamakan Tidore. Masuknya PMII ke ranah Limau Duko (Nama lani Tidore) tidak terlepas dari desakan-desakan mahasiswa Tidore yang menimba ilmu di Sulawesi Utara (Manado) yang juga berproses di PMII tercinta ini agar segera menyerahkan mandat organisasi ini kepada para mahasiswa yang berada di Tidore.

Setelah Kongres XV PMII di Bogor barulah PMII Cabang Kota Tidore Kepulauan yang selama tiga periode bermarkas di Ternate benar-benar pindah markas ke Tidore yang beranggotakan dan benar-benar di urus oleh Mahasiswa yang menimba ilmu di Tidore. Sahabat Iswan Salimlah yang kemudian pada waktu itu (tahun 2006) memboyong PMII dari Ternate ke Tidore. Hal ini berawal dari Sahabat Iswan Salim yang kebetulan mengikuti Kegiatan Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) PMII pada Komisariat STAIN Ternate. Sahabat Iswan Salim adalah Mahasiswa yang menempuh study di Universitas Nuku Tidore. setelah mengikuti MAPABA, yang bersangkutan kemudian kembali ke tidore dengan misi membumikan sebuah wadah pergerakan di Kota Tidore Kepulauan.

pada masa-masa awal perintisannya, Keseharian aktifitasnya hanya diisi dengan melakukan sosialisasi organisasi kepada teman-teman sekampus, namun upaya yang dilakukan belum menemukan hasil yang maksimal. Hal ini disebabkan sebelum kehadiran PMII, telah hadir organisasi nasional lain yakni HMI yang pada saat itu memang telah menguasai seluruh kampus yang ada di Kota Tidore Kepulauan. Namun sebuah tekad telah di ikrarkan dan upaya terus dilakukan hingga pada suatu saat ia menemukan sekelompok mahasiswa yang pada saat itu mendiami secretariat Teknik Universitas Nuku. Dari sanalah PMII benar-benar mendapat ruang untuk kemudian dikembangkan.



Deklarasi Agent 007


Sebelum PMII benar-benar membumi menjadi sebuah wadah pergerakan di ranah Limau Duko, ada sejarah penting yang selalu diingat dan dikenang oleh Sahabat/i di sini. peristiwa ini adalah Deklarasi Agent 007. Momentum yang didasari semangat perubahan ini berawal dari sebuah diskusi kecil-kecilan, diskusi akan kebijakan pemerintah yang selalu tidak populis. Diskusi itu kemudian melahirkan sebuah kesepakatan bahwa dalam mendorong perubahan harus ada sebuah wadah secara nasional yang bisa menjadi tempat aktualisasi dan tempat menyalurkan kritisisme Mahasiswa Tidore, namun wadah yang bersangkutan harus mampu menjaga jarak dengan pemerintahan. Ada beberapa item terpenting yang dapat di petik dalam naskah deklarasi tersebut adalah:
  1. Menghadirkan sebuah Organisasi Nasional yang mampu memberikan angin perubahan bagi masyarakat Limau duko.
  2. Organisasi ini harus berdiri secara Independent dan tidak kemudian membebek pada pemerintah untuk kepentingan sesaat dan sesat.
  3. Meminta PMII dari mahasiswa – mahasiswa Ternate yang selalu mengatasnamakan Tidore.
Deklarasi itu dilakukan oleh tujuh orang mahasiswa sehingga di namakan Deklarasi agen 007 (he he kayak James Bond). Mahasiswa-Mahasiswa tersebut adalah Sahabat Iswan Salim; A.R.Tomawonge; Iksan Sawal; Mochtar Ibrahim; Muhammad Irfan; Ridwan Dien; Dan Bakri. Deklarasi ini di laksanakan di Sekretariat Senat Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Nuku Tidore.



Mapaba I dan Konflik


Setelah Deklarasi agen 007, Langkah pertama yang diambil dalam melakukan pengembangan Organisasi ini adalah melakukan Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA). Kegiatan ini dilakukan di Universitas Nuku pada tanggal 26 November 2006 tepatnya pada hari Kamis. Kegiatan yang direncanakan akan berjalan dengan baik ini ternyata mendapat sedikit rintangan yang cukup berarti, dimana ada sekelompok mahasiswa Universitas Nuku yang mengatasnamakan dirinya pengurus BEM UNNU melakukan sebuah gerakan dengan target membubarkan Kegiatan MAPABA I PMII ini.
Mereka beralasan bahwa kegiatan yang dilakukan tidak meminta izin terlebih dahulu kepada lembaga kemahasiswaan tertinggi itu. Namun apapun alasannya, tindakan mRata Penuhereka tidak dapat dibenarkan, sebab sebelumnya ada seorang mahasiswa terlebih dahulu membocorkan rencana mereka kepada Sahabat Iswan Salim selaku Ketua Panitia MAPABA saat itu.
Kehadiran mereka pada pagi itu membuat suasana menjadi kacau, yang menyebabkan terjadi adu mulut yang cukup alot hingga terjadi pelemparan kursi oleh seorang peserta MAPABA terhadap mereka yang mau membubarkan kegiatan tersebut. Kekisruhan pagi itu membuat kegiatan tertunda beberapa jam, kegiatan yang seharusnya dibuka Oleh Sekertaris Kota pada pukul 08.00 terpaksa dibuka pada pukul 09.00. setelah kedua belah pihak di amankan oleh Pembantu Rektor III bidang Kemahasiswan Universitas Nuku.
Kegiatan MAPABA tetap dilaksanakan diuniversitas nuku selama tiga hari. dan Mulai pada saat itu PMII kemudian membumi hingga saat ini di Kota Tidore Kepulauan…. dan semoga tetap membumi di ranah yang membutuhkan sebuah gerakan kaum intelektual muda yang mencintai perubahan. dan semoga bisa menjadi lembaga penunjang pilar perubahan di Kota Tidore Kepulauan.