AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

Jumat, 31 Desember 2010

Sejarah Seputar Pendirian NU

nu


Artikel ini dikutip dari buletin Nahdliyah yang diterbitkan PCNU Pasuruan edisi 1 dan 2 September dan Oktober 2006. Artikel ini dimuat kembali agar generasi muda NU dan simpatisannya semakin memahami NU dan mempertebal keimanan Ahlussunnah wal Jamaahnya.

Kilas Sejarah Seputar Pendirian NU; Dukungan KH Kholil Bangkalan terhadap KH. Hasyim Asy’ari

Ada tiga orang tokoh ulama yang memainkan peran sangat penting dalam proses pendirian Jamiyyah Nahdlatul Ulama (NU), yaitu Kiai Wahab Chasbullah (Surabaya asal Jombang), Kiai Hasyim Asy’ari (Jombang) dan Kiai Cholil (Bangkalan). Mujammil Qomar, penulis buku “NU Liberal: Dari Tradisionalisme Ahlussunnah ke Universalisme Islam”, melukiskan peran ketiganya sebagai berikut ; Kiai Wahab sebagai pencetus ide, Kiai Hasyim sebagai pemegang kunci, dan Kiai Cholil sebagai penentu berdirinya.
Selain ketiga tokoh ulama tersebut , masih Terdapat beberapa tokoh lainnya yang turut memainkan peran penting dalam proses pendirian Jamiah Nahdliyin. Sebut saja KH. Nawawie Noerhasan dari Pondok Pesantren Sidogiri. Setelah meminta restu kepada Kiai Hasyim seputar rencana pendirian Jamiyyah. Kiai Wahab oleh Kiai Hasyim diminta untuk menemui Kiai Nawawie. Atas petunjuk dari Kiai Hasyim pula, Kiai Ridhwan diberi tugas oleh Kiai Hasyim untuk membuat lambang NU dan juga menemui Kiai Nawawie. Tulisan ini mencoba mendiskripsikan peran Kiai Wahab, Kiai Hasyim, Kiai Cholil dan tokoh-tokoh ulama lainnya dalam proses berdirinya NU.

Keresahan Kiai Hasyim

Bermula dari keresahan batin yang melanda Kiai Hasyim. Keresahan itu muncul setelah Kiai Wahab meminta saran dan nasehatnya sehubungan dengan ide untuk mendirikan jamiyyah / organisasi bagi para ulama ahlussunnah wal jamaah. Meski memiliki jangkauan pengaruh yang sangat luas, untuk urusan yang nantinya akan melibatkan para kiai dari berbagai pondok pesantren ini, Kiai Hasyim tak mungkin untuk mengambil keputusan sendiri. Sebelum melangkah, banyak hal yang harus dipertimbangkan, juga masih perlu untuk meminta pendapat dan masukan dari kiai-kiai sepuh lainnya.
Pada awalnya, ide pembentukan jamiyyah itu muncul dari forum diskusi Tashwirul Afkar yang didirikan oleh Kiai Wahab pada tahun 1924 di Surabaya. Forum diskusi Tashwirul Afkar yang berarti “potret pemikiran” ini dibentuk sebagai wujud kepedulian Kiai Wahab dan para kiai lainnya terhadap gejolak dan tantangan yang dihadapi oleh umat Islam terkait dalam bidang praktik keagamaan, pendidikan dan politik. Setelah peserta forum diskusi Tashwirul Afkar sepakat untuk membentuk jamiyyah, maka Kiai Wahab merasa perlu meminta restu kepada Kiai Hasyim yang ketika itu merupakan tokoh ulama pesantren yag sangat berpengaruh di Jawa Timur.
Setelah pertemuan dengan Kiai Wahab itulah, hati Kiai Hasyim resah. Gelagat inilah yang nampaknya “dibaca” oleh Kiai Cholil Bangkalan yang terkenal sebagai seorang ulama yang waskita (mukasyafah). Dari jauh ia mengamati dinamika dan suasana yang melanda batin Kiai Hasyim. Sebagai seorang guru, ia tidak ingin muridnya itu larut dalam keresahan hati yang berkepanjangan. Karena itulah, Kiai Cholil kemudian memanggil salah seorang santrinya, As’ad Syamsul Arifin (kemudian hari terkenal sebagai KH. As’ad Syamsul Arifin, Situbondo) yang masih terhitung cucunya sendiri.

Tongkat “Musa”

“Saat ini Kiai Hasyim sedang resah. Antarkan dan berikan tongkat ini kepadanya,” titah Kiai Cholil kepada Kiai As’ad. “Baik, Kiai,” jawab Kiai As’ad sambil menerima tongkat itu.
“Setelah memberikan tongkat, bacakanlah ayat-ayat berikut kepada Kiai Hasyim,” kata Kiai Cholil kepada Kiai As’ad seraya membacakan surat Thaha ayat 17-23.

Allah berfirman: ”Apakah itu yang di tangan kananmu, hai musa? Berkatalah Musa : ‘ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya’.” Allah berfirman: “Lemparkanlah ia, wahai Musa!” Lalu dilemparkannya tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat”, Allah berfirman: “Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaan semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang besar.”
 
Sebagai bekal perjalanan ke Jombang, Kiai Cholil memberikan dua keping uang logam kepada Kiai As’ad yang cukup untuk ongkos ke Jombang. Setelah berpamitan, Kiai As’ad segera berangkat ke Jombang untuk menemui Kiai Hasyim. Tongkat dari Kiai Cholil untuk Kiai Hasyim dipegangnya erat-erat.
Meski sudah dibekali uang, namun Kiai As’ad memilih berjalan kaki ke Jombang. Dua keeping uang logam pemberian Kiai Cholil itu ia simpan di sakunya sebagai kenagn-kenangan. Baginya, uang pemberian Kiai Cholil itu teramat berharga untuk dibelanjakan.
Sesampainya di Jombang, Kiai As’ad segera ke kediaman Kiai Hasyim. Kedatangan Kiai As’ad disambut ramah oleh Kiai Hasyim. Terlebih,  Kiai As’ad merupakan utusan khusus gurunya, Kiai Cholil. Setelah bertemu dengan Kiai Hasyim, Kiai As’ad segera menyampaikan maksud kedatangannya, “Kiai, saya diutus oleh Kiai Cholil untuk mengantarkan dan menyerahkan tongkat ini,” kata Kiai As’ad seraya menyerahkan tongkat.
Kiai Hasyim menerima tongkat itu dengan penuh perasaan. Terbayang wajah gurunya yang arif, bijak dan penuh wibawa. Kesan-kesan indah selama menjadi santri juga terbayang dipelupuk matanya. “Apa masih ada pesan lainnya dari Kiai Cholil?” Tanya Kiai Hasyim. “ada, Kiai!” jawab Kiai As’ad. Kemudian  Kiai As’ad membacakan surat Thaha ayat 17-23.
Setelah mendengar ayat tersebut dibacakan dan merenungkan kandungannya, Kiai Hasyim menangkap isyarat bahwa Kiai Cholil tak keberatan apabila ia dan Kiai Wahab beserta para kiai lainnya untuk mendirikan Jamiyyah. Sejak saat itu proses untuk mendirikan jamiyyah terus dimatangkan. Meski merasa sudah mendapat lampu hijau dari Kiai Cholil, Kiai Hasyim tak serta merta mewujudkan niatnya untuk mendirikan jamiyyah. Ia masih perlu bermusyawarah dengan para kiai lainnya, terutama dengan Kiai Nawawi Noerhasan yang menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri. Terlebih lagi, gurunya (Kiai Cholil Bangkalan) dahulunya pernah mengaji kitab-kitab besar kepada Kiai Noerhasan bin Noerchotim, ayahanda Kiai Nawawi Noerhasan.
Untuk itu, Kiai Hasyim meminta Kiai Wahab untuk menemui Kiai Nawawie. Setelah mendapat tugas itu, Kiai Wahab segera berangkat ke Sidogiri untuk menemui Kiai Nawawie. Setibanya di sana, Kiai Wahab segeraa menuju kediaman Kiai Nawawie. Ketika bertemu dengan Kiai Nawawie, Kiai Wahab langsung menyampaikan maksud kedatangannya. Setelah mendengarkan dengan seksama penuturan Kiai Wahab yang menyampaikan rencana pendirian jamiyyah, Kiai Nawawie tidak serta merta pula langsung mendukungnya, melainkan memberikan pesan untuk berhati-hati. Kiai Nawawie berpesan agar jamiyyah yang akan berdiri itu supaya berhati-hati dalam masalah uang. “Saya setuju, asalkan tidak pakai uang. Kalau butuh uang, para anggotanya harus urunan.” Pesan Kiai Nawawi.
Proses dari sejak Kiai Cholil menyerahkan tongkat sampai dengan perkembangan terakhir pembentukan jamiyyah rupanya berjalan cukup lama. Tak terasa sudah setahun waktu berlalu sejak Kiai Cholil menyerahkan tongkat kepada Kiai Hasyim. Namun, jamiyyah yang diidam-idamkan tak kunjung lahir juga. Tongkat “Musa” yang diberikan Kiai Cholil, maskih tetap dipegang erat-erat oleh Kiai Hasyim. Tongkat itu tak kunjung dilemparkannya sehingga berwujud “sesuatu” yang nantinya bakal berguna bagi ummat Islam.
Sampai pada suatu hari, Kiai As’ad muncul lagi di kediaman Kiai Hasyim dengan membawa titipan khusus dari Kiai Cholil Bangkalan. “Kiai, saya diutus oleh Kiai Cholil untuk menyerahkan tasbih ini,” kata Kiai As’ad sambil menyerahkan tasbih. “Kiai juga diminta untuk mengamalkan bacaan Ya Jabbar Ya Qahhar setiap waktu,” tambah Kiai As’ad. Entahlah, apa maksud di balik pemberian tasbih dan khasiat dari bacaan dua Asma Allah itu. Mungkin saja, tasbih yang diberikan oleh Kiai Cholil itu merupakan isyarat agar Kiai Hasyim lebih memantapkan hatinya untuk melaksanakan niatnya mendirikan jamiyyah. Sedangkan bacaan Asma Allah, bisa jadi sebagai doa agar niat mendirikan jamiyyah tidak terhalang oleh upaya orang-orang dzalim yang hendak menggagalkannya.
Qahhar dan Jabbar adalah dua Asma Allah yang memiliki arti hampir sama. Qahhar berarti Maha Memaksa (kehendaknya pasti terjadi, tidak bisa dihalangi oleh siapapun) dan Jabbar kurang lebih memiliki arti yang sama, tetapi adapula yang mengartikan Jabbar dengan Maha Perkasa (tidak bisa dihalangi/dikalahkan oleh siapapun). Dikalangan pesantren, dua Asma Allah ini biasanya dijadikan amalan untuk menjatuhkan wibawa, keberanian, dan kekuatan musuh yang bertindak sewenang-wenang. Setelah menerima tasbih dan amalan itu, tekad Kiai Hasyim untuk mendirikan jamiyyah semakin mantap. Meski demikian, sampai Kiai Cholil meninggal pada 29 Ramadhan 1343 H (1925 M),jamiyyah yang diidamkan masih belum berdiri. Barulah setahun kemudian, pada 16 Rajab 1344 H, “jabang bayi” yang ditunggu-tunggu itu lahir dan diberi nama Nahdlatul Ulama (NU).
Setelah para ulama sepakat mendirikan jamiyyah yang diberi nama NU, Kiai Hasyim meminta Kiai Ridhwan Nashir untuk membuat lambangnya. Melalui proses istikharah, Kiai Ridhwan mendapat isyarat gambar bumi dan bintang sembilan. Setelah dibuat lambangnya, Kiai Ridhwan menghadap Kiai Hasyim seraya menyerahkan lambang NU yang telah dibuatnya. “Gambar ini sudah bagus. Namun saya minta kamu sowan ke Kiai Nawawi di Sidogiri untuk meminta petunjuk lebih lanjut,” pesan Kiai Hasyim. Dengan membawa sketsa gambar lambang NU, Kiai Ridhwan menemui Kiai Nawawi di Sidogiri. “Saya oleh Kiai Hasyim diminta membuat gambar lambang NU. Setelah saya buat gambarnya, Kiai Hasyim meminta saya untuk sowan ke Kiai supaya mendapat petunjuk lebih lanjut,” papar Kiai Ridhwan seraya menyerahkan gambarnya.
Setelah memandang gambar lambang NU secara seksama, Kiai Nawawie memberikan saran konstruktif: “Saya setuju dengan gambar bumi dan sembilan bintang. Namun masih perlu ditambah tali untuk mengikatnya.” Selain itu, Kiai Nawawie jug a meminta supaya tali yang mengikat gambar bumi ikatannya dibuat longgar. “selagi tali yang mengikat bumi itu masih kuat, sampai kiamat pun NU tidak akan sirna,” papar Kiai Nawawie.

Bapak Spiritual

Selain memiliki peran yang sangat penting dalam proses pendirian NU yaitu sebgai penentu berdirinya, sebenarnya masih ada satu peran lagi, peran penting lain yang telah dimainkan oleh Kiai Cholil Bangkalan. Yaitu peran sebagai bapak spiritual bagi warga NU. Dalam tinjauan Mujammil Qomar, Kiai Cholil layak disebut sebagai bapak spiritual NU karena ulama asal Bangkalan ini sangat besar sekali andilnya dalam menumbuhkan tradisi tarekat, konsep kewalian dan haul (peringatan tahunan hari kematian wali atau ulama).
Dalam ketiga masalah itu, kalangan NU berkiblat kepada Kiai Cholil Bangkalan karena ia dianggap berhasil dalam menggabungkan kecenderungan fikih dan tarekat dalam dirinya dalam sebuah keseimbangan yang tidak meremehkan kedudukan fikih. Penggabungan dua aspek fikih dan tarekat itu pula yang secara cemerlang berhasil ia padukan dalam mendidik santri-santrinya. Selain membekali para santrinya dengan ilmu-ilmu lahir (eksoterik) yang sangat ketat –santrinya tak boleh boyong sebelum hafal 1000 bait nadzam Alfiah Ibn Malik, ia juga menggembleng para santrinya dengan ilmu-ilmu batin (esoterik).
Kecenderungan yang demikian itu bukannya tidak dimiliki oleh pendiri NU lainnya. Tokoh lainnya seperti Kiai Hasyim, memiliki otoritas yang sangat tinggi dalam bidang pengajaran kitab hadits shahih Bukhari, namun memiliki pandangan yang kritis terhadap masalah tarekat, konsep kewalian dan haul. Kiai Hasyim merupakan murid kesayangan dari Syaikh Mahfuzh at Tarmisi. Syaikh Mahfuzh adalah ulama Indonesia pertama yang mengajarkan kitab hadits Shahih Bukhari di Mekkah. Syaikh Mahfuzh diakui sebagai seorang mata rantai (isnad) yang sah dalam transmisi intelektual pengajaran kitab Shahih Bukhari.
Karena itu, Syaikh Mahfuzh berhak memberikan ijazah kepada murid-muridnya yang berhasil menguasai kitab Shahih Bukhari. Salah seorang muridnya yang mendapat ijazah mengajar Shahih Bukhari adalah Kiai Hasyim Asy’ari. Otoritas Kiai Hasyim pada pengajaran kitab hadits Shahih Bukhari ini diakui pula oleh Kiai Cholil Bangkalan. Di usia senjanya, gurunya itu sering nyantri pasaran (mengaji selama bulan puasa) kepada Kiai Hasyim. Ini merupakan isyarat pengakuan Kiai Cholil terhadap derajat keilmuan dan integritas Kiai Hasyim.
Sebagai ulama yang otoritatif dalam bidang hadits, Kiai Hasyim memiliki pandangan yang kritis terhadap perkembangan aliran-aliran tarekat yang tidak memiliki dasar ilmu hadits. Ia menyesalkan timbulnya gejala-gejala penyimpangan tarekat dan syariat di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu, ia menulis kitab al Durar al Muntasyirah fi Masail al Tis’a’Asyarah yang berisi petunjuk praktis agar umat Islam berhati-hati apabila hendak memasuki dunia tarekat.
Selain kritis dalam memandang tarekat, Kiai Hasyim juga kritis dalam memandang kecenderungan kaum Muslim yang dengan mudah menyatakan kewalian seseorang tanpa ukuran yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara teologis. Terhadap masalah ini, Kiai Hasyim memberikan pernyataan tegas:
“Barangsiapa mengaku dirinya sebagai wali tetapi tanpa kesaksian mengikuti syariat Rasulullah SAW, orang tersebut adalah pendusta yang membuat perkara tentang Allah SWT.”
Lebih tegas beliau menyatakan:
“Orang yang mengaku dirinya wali Allah SWT, orang tersebut bukanlah wali yang sesungguhnya melainkan hanya wali-walian yang jelas salah sebab dia mengatakan sir al-khushusiyyah (rahasia-rahasia khusus) dan dia membuat kedustaan atas Allah Ta’ala.”
Demikian pula terhadap masalah haul. Selain Kiai Hasyim, para pendiri NU lainnya seperti Kiai Wahab dan Kiai Bisri Syansuri juga bersikap kritis terhadap konsep haul dan mereka menolak untuk di-haul-i (Qomar, 2002). Akan tetapi di kalangan NU sendiri, acara haul telah menjadi tradisi yang tetap dipertahankan sampai sekarang. Para wali atau kiai yang meninggal dunia, setiap tahunnya oleh warga nahdliyih akan di-haul-i dengan serangkaian kegiatan seperti ziarah kubur, tahlil dan ceramah agama untuk mengenang perjuangan mereka agar dapat dijadikan teladan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Mengapa masalah tarekat, konsep kewalian dan haul yang mendapat kritikan pedas dari Kiai Hasyim tersebut, justru ditradisikan di kalangan NU? Apakah warga NU sudah tidak lagi mengindahkan peringatan Kiai Hasyim? Untuk memastikan jawabannya, menurut Mujammil Qomar, agak sulit, mengingat NU bisa berkembang pesat juga karena usaha dan pengaruh Kiai Hasyim.
Wallahu a’lam.

Penulis: Moh. Syaiful Bakhri

Penulis buku “Syaikhona Cholil Bangkalan: Ulama Legendaris dari Madura” dan sekretaris Lajnah Ta’lif Wan Nasr NU Kabupaten Pasuruan. Pemuatan artikel ini juga merupakan penghormatan dan dukungan moril kepada PCNU Kab. Pasuruan yang berusaha mendorong terciptanya masyarakat yang maju, sejahtera dan berakhlakul karimah dengan menerbitkan buletin dua bulanan. Semoga usaha penerbitan ini bisa istiqamah.


Para Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama yang berhasil di cari dari berbagai sumber :

KH. Muhammad Kholil (Bangkalan)

KH. Hasyim Asy'arie (Jombang)

KH. Wahab Hasbullah (Surabaya)

KH. As’ad Syamsul Arifin (Situbondo)

 KH. Ridlwan Abdullah (Surabaya)

KH. Nawawi Noerhasan  (Sidogiri)

Sabtu, 18 Desember 2010

Tidore Dalam Google Map

Pulau Tidore

 
Anak Seribu Pulau (Anak Samudra)

Pulau Tidore dan Maitara di lihat dari Ternate

 Pulau Tidore dan Maitara dilihat dari Ternate

Pelabuhan Tomalou di kala senja

 Pulau Tidore di lihat dari Pulau Mare

Pantai Kotamabopo

Dari Puncak Tidore memandang Ternate dan Maitara
 Pasar Sarimalaha, kenangan indah PMII Cabang Tidore

Pal di Puncak Tidore, misteri yang belum terpecahkan

Pemandangan dari tempat Pariwisata Rum

 Pulau Maitara dan Tidore di lihat dari Ternate

Memandang Ternate dan Maitara dari puncak Tidore
 
Memandang Tidore di kala senja di Halmahera

Tidore dari atas pesawat

 Santai di Ake Sahu (Air Panas) Tidore

 Memandang Tidore dari pulau Mare

Minggu, 12 Desember 2010

Tragedi Pasar Sarimalaha Tidore part II

Pasca pertemuan pedagang dengan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan pada Tanggal 28 April 2009 untuk menyuarakan aspirasinya dan kemudian di jawab dengan statement walikota bahwa tidak akan di pindahkan. akhirnya pedagang bisa bernafas legah dan kembali melanjutkan aktifitas sebagaimana mestinya dengan penuh rasa sukur dan kebahagian. kondisi ini terus berlangsung sampai pada malam 29 Maret 2010. 11 bulan semejak mereka menyambangi pemimpin mereka di rumah meraka semua. Ketenangan para pedagang di guncang prahara yang tidak pernah mereka bayangkan akan terjadi dalam hidup mereka, segala sesuatunya habis dalam hitungan jam tanpa menyisahkan sedikitpun untuk mereka. ya.... si jago merah pada malam itu melahap seluruh isi pasar tanpa ampun, tanpa tau kalau di sana kehidupan ratusan orang di gantungkan dan menjadi nadi pemompa perekonomian Kota Tidore Kepulauan. tempat masyarakat Tidore menggantung harapan mereka.

Siangnya, Pasar Sarimalaha Tidore di banjiri manusia dari seluruh penjuru Tidore. mereka datang bukan untuk meramaikan pasar dengan transaksi jual beli, tapi datang untuk turut menyaksikan trauma yang di alami oleh pedagang pasar yang seperti kehilangan nyawa dalam hidupnya. berbagai ungkapan dari ribuan mulut membanjiri suasana berkabung pasar Sarimalaha, ada yang bertanya-tanya tentang penyebab kebakaran, ada yang mengungkap simpatinya. semuanya tumpah mengharu biru dalam puing-puing pasar sarimalaha yang masih menyisahkan asap bekas kebakaran. dari geliat ribuan manusia yang menjubeli area di sekitar Pasar Sarimalah, terdapat puluhan anak Muda Tidore yang terpanggil nuraninya untuk turut mersakan derita pedagang bergeliat lincah di antara sisa-sisa kebakarn pasar untuk membantu apa yang bisa mereka bantu, dan berbuat apa yang mereka bisa perbuat. inilah mahasiswa universitas Nuku dan Stimik Tidore Mandiri yang rela meninggalkan bangku kuliah dan buku mereka untuk turut berbaur dengan pedagang agar menjadi tempat membagi derita yang mereka alami.   kawan-kawan dari dua kampus di Tidore yang tergabung dalam or-eks HMI Cabang persiapan Tidore bergeliat di bagian depan pasar sarimalaha untuk menggalang dana untuk disumbangkan pada pedagang. smentara mahasiswa Nuku dan Stimk yang tergabung dengan Or-eks PMII bergeliat di dalam keramaian pedagang yang trauma dan para pengunjung, ada yang setia mendengar jerit hati pedagang yang hampir tidak bisa mereka tumpahkan, dan memberikan suport moral kepada pedagang yang sedang trauma, ada yang  bergeliat ikut mengangkat ini dan itu untuk di simpan dan atau di tata agar bisa lebih aman dari tangan-tangan jahil yang masih sempat-sempatnya menjarah barang dagangan pedagang yang mengalami kesusahan luar biasa. ada juga yang dengan setia mendengar berbagai spekulasi yang bermunculan dari kerumunan manusia tentang penyebab terjadinya kebakaran untuk di catat di dalam memorinya. di anatara mereka yang bergeliat membantu para pedagang itulah, aku sibuk di dalamnya. sesekali aku tampak serius mendengar spekulasi tentang penyebab kebakaran, sambil sesekali melempar argumenku. dari cerita-cerita yang mengalir deras dari mulut-mulut yang sudah bosan mengeluh, ada satu cerita yang menghentak kesadaranku akan peristiwa sebelas bulan yang lalu. sebab dari sekian cerita yang berseliweran mengisi gendang telingan ku, seorang pedagang dengan nada suara yang agak emosional mengatakan bahwa pada saat malam saat peristiwa pilu itu terjadi, ada pengemuman yang di sampaikan melalui corong mobil Humas pemda tikep yang isinya mengatakan agar pedagang agar pada malam itu juga segera pindah ke PPI Goto. kenapa harus malam itu, apakah sudah tidak ada waku yang lain....????. sorenya aku mencoba mencari benang merah antara peristiwa malam itu dengan peristiwa 11 bulan yang lalu, samar tegambar di kepala ku bahwa, dari sekian berita yang sering ku konsumsi melalui media, ada kemiripan yang terjadi antara peristiwa ini dengan peristiwa yang sama yang terjadi di banyak tempat. ketika pasar mau di pindahkan dan ada reaksi atas rencana ini, tiba-tiba pasarnya terbakar. namun aku kemudian mengehentak sadarku dari lamunan dan spekulasi yang muncul di kepalaku akan penyebab kebakarn itu, sebab aku sadar bahwa aku tidak punya bukti untuk membenarkan argumen ini. dan aku sadar satu hal bahwa ada pihak yang lebih berwenang dalam mengungkap kebenaran ini. yaitu pihak kepolisian melalu laboratorim forensiknya. olehnya itu, aku kemudian menganalisa kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi yang akan terangkai dengan peristiwa ini.

Sebelum jauh bercerita, mungkin saya akan menggambarkan kondisi fisik pasar sarimalaha agar bisa mempermudah kita untuk menganalisanya. pasar Sarimalaha terdiri atas empat bagian yang saling terpisan antara satu dengan yang lainnya. yang pertama adalah induk pasar yang tepat berada di tengah-tengah pasar yang merupakan pusat dari pasar sarimalaha, yang luasnya ± 3 hektar . di sebelah selatannya terdapat terminal yang luasnya ± 1 hektar. selanjutnya adalah pasar baru yang berada di sebelah selatan pasar induk yang berjarak ± 100 meter, dengan luas ± 2 hektar. yang terakhir adalah pasar ikan yang berada di bagian timur pasar induk dengan jarak ± 50 meter, dengan luas ± 2 hektar. di antara pasar ikan dan pasar induk terdapat ruko yang baru di bangun pada tahun 2006 dan mulai di tempati pada tahun 2008. untuk mempermudah, lihat denah berikut : 

Denah sederhana Pasar Sarimalah Tidore (Pasar induk sebagai pasar yang terbakar).
Nah, pasar induk yang di tandai dengan warna merah di ataslah yang merupakan pasar yang mengalami kebakarn hebat pada malam 29 Maret 2010. pasar induk pasar sarimalaha adalah pasar yang berisikan ratusan pedagang dengan berbagai jenis dagangannya dan berasal dari berbagai komunitas masyarakat di Kota Tidore Kepulauan. hampir semua jenis dagangan di jajakkan di sini. sementara pasar baru terdiri los-los yang terdiri atas kios-kios kecil dan besar namun hanya menjual beberapa jenis dagangan, sehingga pasar ini tidak se ramai pasar pasar Induk. dan pasar ikan yang berada di sebelah timur pasar induk selain di tempati pedagang ikan, juga di tempati sebagian kecil pedagang barito.

Sehari Pasca peristiwa kebakaran
Sehari pasca peristiwa kebakarn, para pedagang kembali bersemangat untuk kembali menata kehidupan mereka. namun kelompok pedagang terbagi menjadi 2 bagian. ada sebagian pedagang yang terpengaruh dengan seruan agar mereka segera pindah ke PPI Goto dan ada sebagian pedagang yang tetap bertahan di Pasar Sarimalaha untuk mengais rejeki menambal nafas kehidupan mereka yang telah koyak oleh api. para pedagang yang memilih untuk dalam sememnatara waktu mengungsi ke PPI Goto mulai berbagi tempat berdagang mereka. persoalan baru terjadi, ada sebagian orang yang tidak pernah sama sekali terdata sebagai pedagang di Pasar Sarimalaha telah mengkapling tempat-tempat yang di anggap strategis sebagai tempat berdagangnya, dalam hal ini tempat berdagang dengan posisi paling depan. sehingga para pedagang korban kebakaran yang sementara waktu mengungsi ke PPI ada sebagian yang terlempar ke sudut-sudut PPI dan menerima nasib kalau dagangannya kurang di datangi pembeli. pedagang yang merasa di rugikan ini akhirnya menggugat persoalan ini ke UPTD Pasar, bahkan terjadi perdebatan antara pedagang dan sekelompok orang tadi. sementara para pedagang yang mengungsi ke PPI Goto berdebat mengenai tempat. para pedagang yang memilih tetap berdagang di Pasar Sarimalaha membangun kembali usaha mereka secara swadaya dengan memanfaat energi yang tersisa untuk mengais rejeki. dengan berbekal modal seadanya, mereka membeli kebutuhan pembuatan tenda untuk membangun tenda sementara tempat mereka berdagang. dan mulailah membangun tenda untuk bisa memberikan keteduha di kala panas dan melindungi dari siraman air hujan.

Catatn akan di lanjutkan ke Part III............

Dari catatan Ahmad A. Jawa Konora
Ketua I Bidang Kaderisasi PMII Cabang Tidore

Tragedi Pasar Sarimalaha Tidore part I

 Dengan semangat di bawah Sang saka Mera Putih bersama Panji Bintang Sembilan, mereka melangkah.
Masih tergambar jelas di ingatan ku, Tanggal 01 Mei 2009. Pergerkan Mahasiswa Islam Indonesia Cabang Kota Tidore Kepulauan bersama ratusan Pedagang Pasar Sarimalaha Soasio Tidore menyambangi kantor Walikota Tidore Kepulauan dalam rangka untuk menyampaikan Aspirasi pedagang menolak Relokasi Pedagang Ikan, Sembako, dan Barito (Bawang, Rica, Tomat) ke Pusat Pendaratan Ikan (PPI) Goto Tidore.Sebuah aksi fenomenal bagi mahasiswa Kota Tidore Kepulauan, sebab telah sekian lama Mahasiswa Tidore yang menuntut ilmu di Tidore maupun Mahasiswa Tidore yang berlabel impor tidak pernah lagi menyentak kesadaran pemerintah Kota Tidore Kepulauan bahwa kebijakan yang mereka ambil ternyata tidak di inginkan oleh Masyarakat.

Ya... Kebijakan untuk merelokasi Pedagang Ikan, Sembako, dan Barito (Bawang, Rica, Tomat) Pasar Sarimalaha ke PPI Goto yang di anggap sama sekali tidak layak untuk di jadikan tempat mengais rejeki oleh pedagang. dengan banyak pertimbangan akan adanya banyak faktor yang mengakibatkan pedagang menolak di relokasi adalah; kapasitas PPI yang tidak mampu menampung seluruh pedagang Pasar Sarimalah. sebab dari catat Dinas Perindakop Tidore, kapasitas PPI mampu menampung sekitar 220 pedagang, sementara jumlah pedagang yang ada di pasar Sarimalaha Tidore di takasir mencapai jumlah 600 pedagang. angka ini merupakan jumlah total pedagang Ikan, Sembako, dan Barito (Bawang, Rica, Tomat) yang mengais rejeki di pasar sarimalaha. yang dari jumlah keseluruhan ini, dapat di klasifikasikan  menurut waktu berjualannya, di mana ada pedagang yang berjualan secara tetap dan pedagang yang berjualan hanya pada hari pasaran (Selasa dan Jum'at). dari klasifikasi ini, di dapatkan bahwa jumlah pedagang yang berjualan secara tetap adalah sebanyak 445 pedagang, sisanya adalah pedagang yang berjualan menurut musim pasar. pertanyaannya bahwa dari jumlah pedagang tetap saja, kapasitas PPI sudah sangat jauh dari cukup. apalagi kalau di tambahkan dengan pedagang yang berjualan menurut musim pasar.

Selain persoalan kapasitas, persoalan berikutnya adalah. di PPI Goto tidak memiliki terminal sebagai syarat adanya pasar sebagai pusat transaksi penjual dan pembeli. sehingga menyebabkan jalanan satu-satunya di depan PPI menjadi amburadul dan mengakibatkan potensi kecelakaan lalulintas kapanpun bisa terjadi.

Berikutnya adalah faktor alam, bahwa di PPI Goto yang di rencanakan akan di tempati pedagang ikan pasar Sarimalaha tidak memenuhi kriteria untuk di jadikan tempat berjualan ikan. sebab yang pertama adalah, di PPI Goto pelabuhannya hanya mampu megakomodir 1 kapal ikan di kepala jembatannya, sebab perairan di sekitar jembatan sangat dangkal, sehingga menyebabkan kapal ikan yang akan berlabuh bisa kandas; sebab yang kedua adalah, di PPI goto terdapat hilir kali mati yang sewaktu-waktu akan di landa banjir sehingga mengancam pedagang. selain itu, ada dua hilir empang yang selalu setia menyuplai air tawar ke laut di sekitar PPI, sehingga kadar keasinan air laut di sekitar PPI menjadi berkurang. sementara para pedagang ikan dalam setiap beberaopa menitnya selalu kontinyu membahasi ikannya dengan air laut yang kadar keasinannya masih murni untuk menjaga kesegarannya, sebab pedagang ikan di tidore masih berdagang dengan cara yang masih tradisional. selain itu, akibat berada di hilir sungai. laut di sekitar PPI menjadi dangkal akibat endapat tanah yang selalu di bawa oleh banjir dari hulu sungai. tanah yang mengendap ini menjadi endapat tanah berlumpur yang mengakibatkan orang yang masuk ke dalamnya akan tertanam kakinya sedalam lutut orang dewasa. sehingga air laut sebagai satu prasyarat pengawetan ikan secara tradisional tadi sulit di dapatkan. selain itu, sisa ikan yang tidak terjual akan di simpan di dalam cool box yang berisi air laut yang di beri es untuk menjaga kesegarannya untuk bisa di jual pada hari berikutnya. selain di beri es, terkadang pedagang juga menambahkan garam untuk meningkatkan kadar keasinanya. Kondisi air yang berada di hilir sungai yang dangkal dan bersifat becek di dasarnya, dan tercampur dengan air tawar yang selalu mengalir dari dua buah hilir empang seperti ini, bisa menyebabkan ikan yang di simpan akan membusuk pada hari berikutnya sehingga tidak dapat lagi di jual, dan ini tentunya akan sangat merugikan pedagang.

Apakah tidak ada mesin pendingin yang bisa di jadikan sarana penyimpanan ikan oleh pedagang yang di sediakan oleh pemerintah, ternyata hal ini menyimpan persoalan lain yang akhirnya juga berhasil di bongkar oleh PMII Cabang Tidore. hal tersebut adalah Pekerjaan Proyek Pengadaan 1 Unit Mesin Air Blast Freezer (ABF) Pada Konstruksi Gudang Beku PPI Goto oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Tidore Kepulauan Yang Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Yang Berakibat Pada Kerugian Negara Sebesar Rp. 350.000.000. Rincian persoalannya adalah sebagai berikut :
 Langkah itu terus terpacu dengan semangat membara

Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Tidore kepulauan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2007 mendapatkan alokasi anggaran modal sebesar Rp. 330.000.000 (tiga ratus tiga puluh juta rupiah) dan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) tahun 2007 terjadi perubahan anggaran. Dimana anggaran tersebut ditambah sebesar Rp. 20.000.000 (Dua Puluh Juta Rupiah) sehingga total anggaran menjadi Rp. 350.000.000  (Tiga Ratus Lima Puluh Juta Rupiah). Untuk belanja pengadaan 1 Unit Mesin pendingin Air Blast Freezer (ABF) Pada Proyek Konstruksi Gudang Beku Pusat Pendaratan Ikan (PPI) Kota Tidore Kepulauan.
Dari hasil investigasi yang di lakukan ditemukan kegiatan Pengadaan yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang dilaksanakan oleh CV. PUTRA FLOBAMORA Tidore dengan masa kerja selama 30 hari terhitung sejak bulan November - Desember 2007 berdasarkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) nomor 22/SPMK/DKP-TK/X/2007 tertanggal 22 November 2007 dengan nilai kontrak sebesar Rp. 343.500.000 oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tidore Kepulauan tidak terealisasi.

Infestigasi kemudian diperdalam lagi, ditemukan dokumen kontrak dari pekerjaan pengadaan tersebut sampai saat ini tidak pernah dipegang oleh pihak rekanan. Dari keterangan rekanan ditemui menjelaskan bahwa, proyek ini dilaksanakan tidak melalui proses pelelangan umum, namun secara diam-diam Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Tidore memanggi rekananl untuk di serahi proyek pengadaan 1 Unit Mesin  Air Blast Freezer (ABF) pada Proyek Konstruksi Gudang Beku  Pusatat Pendaratan Ikan (PPI) Goto Kota Tidore Kepulauan. Selanjutnya seluruh administrasi yang berhubungan dengan pelaksanaan peroyek pengadaan di buat oleh pihak Dinas Perikanan dan Kelautan termasuk Dokumen penawaran yang menjadi kewajiban rekanan.

selanjutnya tanda tangan perusahan ditiru oleh pihak Dinas Penyelengara proyek guna melakukan pencairan anggaran proyek, dan lebih mengejutkan lagi pihak dinas melakukan pemblokiran dana pada rekening rekanan yang disimpan pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) Propinsi Maluku Utara Cabang Tidore, kemudian dilanjuti dengan pencairan dana kerekening rekanan berdasarkan surat yang di tanda tangani oleh Kadis Perikanan dan Kelautan Kota Tidore. Anggaran yang masuk kerekening rekanan sebesar Rp. 299.781.820 setelah dipotong Nilai PPn & PPh yang masing-masing sebesar Rp. 31.227.272 dan Rp. 12.490.909 dari nilai proyek pengadaan sebesar Rp. 350.000.000 sebagaimana tertuang dalam nomenklatur APBD Perubahan Tahun Anggaran 2007.

Ironisnya, pelaksanaan pekerjaan pengadaan ini tidak dilaksanakan sampai batas waktu yang diberikan yakni bulan November-Desember tahun 2007. Tidak berjalannya pekerjaan ini pihak rekanan berdalih sebagaimana yang disampaikan kepada Tim Investigasi yakni harga satu unit mesin pendingin Air Blast Freezer (ABF) jauh berada diatas nilai kontrak. Karena mesin ini adalah mesin Asembeli (rakitan) yang komponennya merupakan produk luar negeri yang di import. Contohnya Evaporator dengan jenis Mark Muler yang di Import dari Austria, yang menurut pihak penyedia barang, Perusahaan Aneka Cool bahwa barang ini sudah lama tidak di Import. Oleh karena itu, pihak perusahaan meminta waktu sambil menunggu komponen tersebut diadakan (di Import) sehingga membutuhkan waktu cukup lama.
Lebih lanjut pihak rekanan menjelaskan bahwa Speecs (jenis) dan harga yang diterima menjadi acuan dari pengadaan mesin pendingin dari dinas kelautan dan perikanan adalah speecs dan harga mesin yang di faks oleh pihak Perusahaan Aneka Cool pada tahun 2006 Dengan harga U$ 24.000 (Dua Puluh Empat Ribu Dolar Amerika). Sedang Speecs (Jenis)  mesin Pendingin tersebut seharga U$ 27.000 (Dua Puluh Tujuh Ribu Dolar Amerika) pada tahun 2007, apalagi pada tahun tersebut kurs dolar naik secara tidak teratur. nilai tersebut menurut rekanan belum termasuk :
  • Jasa pengiriman via peti kemas.
  • Akomodasi, transportasi, serta gaji teknisi selama di daerah.
  • Akomodasi penyedia jasa.
  • Pekerjaan sipil dan kawat listrik.
  • Harga Barang tersebut dikenai PPn 10 %
  • Serta bahan-bahan lain yang tidak tercantum di atas.
Menanggapi kondisi tersebut pihak rekanan sudah menyampaiakan surat secara resmi dengan nomor 014/CV-PF/III/2008 tanggal 9 Maret 2008 kepada Pihak dinas agar memberikan refisi anggaran dan adendum waktu pelaksanaan sehingga terjadi penambahan anggaran secara tertulis pada APBD atau APBD-P, namun surat tersebut  tidak ditanggapi oleh Kepala Dinas bahkan Kepala Dinas sekedar memberikan janji sehingga pihak rekanan merasa kecewa dan di rugikan.

Untuk diketahui mesin yang sama juga dibeli oleh pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah Pada tahun 2007 dengan nominal per-satuan menggunakan hitungan rupiah sebesar Rp. 484.000.000 (Empat Ratus Delapan Puluh Juta Rupiah) nomor RN.360/D1.168/DAK/6/2007 tanggal 26 Juni 2007 tentang pengembangan sarana dan prasarana perikanan  yang dikerjakan CV.Virdyatama Primandiri yang Kapasitasnya mencapai 3 ton, dan jika di bandingkan nilai kontrak pengadaan satu unit mesin Air Blast Freezer oleh Dinas Perikanan dan Kelautan kota Tikep sebesar Rp. 343.500.000 seperti yang tertuang dalam SPMK merupakan suatu hal yang tidak wajar apalagi hitungan tersebut berpatokan pada harga tahun 2006.

Berikutnya ditemukan pihak rekanan tidak mengembalikan uang tersebut ke kas Dinas sebagaimana isyarat Kepres 80 Tahun 2003 terkait pengembalian anggaran jika proyek tidak dilaksanakan, namun rekanan kemudian memberikan alasan bahwa proyek pengdaan tidak dapat dilaksanakan disebabkan anggaran tidak mencukupi untuk pembelian mesin pendingin tersebut. Di tambah lagi dengan perilaku Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Tikep yang telah meminta fee proyek Rp. 40.000.000,- kepada rekanan.

Kondisi demikian jelas bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah sebagai berikut :
  • Bab II bagian kelima mengenai Etika pengadaan pasal 5 poin a dan e yang menyebutkan setiap pengguna barang/jasa penyedia barang/jasa dan para pihak yang terkait dalam pelaksanaan barang dan jasa harus memenuhi etika sebagai berikut : 1). Melaksanakan tugas secara tertib disertai rasa tanggungjawab untuk mencapai sasaran ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang dan jasa; 2). Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang dan jasa.
  • Bab II bagian ketujuh mengenai sistem pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya, paragraf pertama tentang metoda pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya pasal 17 ayat ke-5 yang berbunyi ”dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggung jawabkan.
  • Bab II bagian keempat mengenai penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pasal tiga 13 ayat 1 – 5 yang menyatakan : 1). Pengguna barang/jasa wajib memiliki Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarakan data yang dapat dipertanggung jawabkan; 2). HPS disusun oleh panitia/pejabat pengadaan dan ditetapkan oleh pengguna barang/jasa; 3). HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran harga penawaran termasuk rincian untuk menetapkan besaran tambahan nilai jaminan pelaksanaan bagi penawaran yang dinilai terlalu rendah, tetapi tidak dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan penawaran; 4). Nilai total HPS terbuka dan tidak bersifat rahasia; 5). HPS merupakan salah satu acuan dalam menentukan tambahan nilai jaminan.
  • Bab II Bagian Kedelapan Paragraf Ketujuh mengenai Penghentian dan Pemutusan Kontrak Pasal 35 point 7 yang menyebutkan ”Kotrak dibatalkan apabila para pihak terbukti melakukan KKN, kecurangan dan pemalsuan dalam proses pengadaan maupun pelaksana kontrak”.
Disini kami mencoba untuk kembali pada ketentuan awal yang masing-masing tertuang pada bab I Ketentuan Umum bagian pertama pengertian istilah pasal 1 ayat ke-9 yang menyatakan ”pejabat pengadaan adalah personila yang diangkat oleh pengguna barang/jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa dengan nilai sampai dengan Rp. 50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah). berikut bagian ketiga prinsip dasar pasal 3 poin a – f dalam KEPRES ini sendiri, dengan alasan bahwa sampai sejauh ini kami belum mendapat kepastian mengenai proyek ini masuk dalam kategori emergency atau tidak. Sebab, jika dilihat dari sistem pengadaannya proyek ini menggunakan sistem penunjukan langsung padahal biayanya melebihi Rp. 50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah) yang dalam ketentuan Kepres 80 tahun 2003 mengisyaratkan untuk dilakukan dengan sistem pelelangan umum . 
Dan apabila kita mencoba untuk melihat syarat suatu proyek dapat dikatakan emergency adalah sebagai berikut :
  1. sedang terjadi keadaan darurat  dan membutuhkan untuk segera diadakan alat yang bersangkutan.
  2. sedang terjadi bencana alam.
Sementara Dikota Tidore Kepulauan kondisi-kondisi diatas tidak sedang terjadi. Karena proyek ini merupakan satu kesatuan dari proyek pembangunan Konstruksi Gudang Beku pada Pusat Pelelangan Ikan (PPI) Kota Tidore Kepulauan. Dan di sini telah terjadi proses pembohongan terhadap publik yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tidore Kepulaun untuk menutupi masaalah ini.

Lebih mengejutkan lagi persoalan ini lolos dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)  Republik Indonesia Perwakilan Maluku Utara pada semester I dan II tahun 2008. Olehnya itu kasus  ini sangat penting untuk di angkat ke publik guna membentuk tatanan pemerintahan yang baik dan bersih di Kota Tidore Kepulauan yang menggunakan simbol Toma Loa Se Banari (Di jalan lurus dan dalam kebenaran). dan jika kondisi ini dibiarkan dan didiamkan hanya akan memanjakan pemerintah Tikep sendiri, sehingga akhirnya jabatan dijadikan sebagai tempat mengeruk kekayaan pribadi yang berdampak besar merugikan masyarakat di ranah Limau Duko (Sebutan tradisionla Tidore).

Kesimpulannya:
Dari data investigasi yang kami dapatkan diatas, kami menarik kesimpulan sementara terkait terjadi kasus Korupsi Pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Tidore Kepulauan di antaranya adalah :
  1. Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Tikep dan rekanan dalam hal ini CV. Putra Flobamora sebagai rekanan yang ditunjuk dalam melakukan pengadaan satu unit mesin Pendingin Air Blast Freezer (ABF) pada Proyek Konstruksi Gudang Beku telah melanggar acuan normatif yang tertuang dalam Kepres 80 Tahun 2003 karena semua mekanisme pengadaan barang dan jasa telah diabaikan.
  2. Pihak Dinas tidak memiliki pengetahuan terkait dengan mesin pendingin Air Blast Freezer sehingga dalam pelaksanaan pengadaan barang tidak berjalan maksimal sebagimana ketentuan normatif yang ada, hal ini dipicu oleh orientasi kepala dinas pada profit dari proyek  tanpa memikirkan sukses tidaknya proyek tersebut.
  3. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Tidore Kepulauan terindikasi melakukan praktek korupsi dengan cara meminta fee proyek kepada rekanan sebesar Rp 40.000.000 sebelum proyek dilaksanakan.
  4. Di ketahui anggaran yang masuk ke rekening rekanan sebesar Rp. 299.781.820 dari nilai kontrak yang ada sebesar Rp. 343.500.000 setelah dilakukan pemotongan nilai PPh sebesar Rp. 31.227.272 dan PPn sebesar Rp. 12.490.909.
  5. Kadis Perikanan dan Kelautan  kemudian melayangkan surat kepada rekanan dengan nomor 904/146/13/2009 tertanggal 15 Juni 2009 tentang pengembalian dana oleh pihak rekanan yang disampaikan pada tanggal 23 Juni 2009. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa rekanan segera melakukan pengembalian anggaran sebesar Rp. 307.678.000 dari nilai kontrak sebsar Rp. 343.600.000 disini terjadi selisih harga sebesar Rp. 7.896.180. Surat tersebut juga memuat batas akhir masa kontrak adalah tanggal 20 Desember 2007.
  6. Lebih ironis lagi, pada pemeriksaan BPK-P RI Maluku Utara pada semester I  dan II tahun 2008 tidak ditemukan adanya persoalan pada proyek pengadaan ini sebab itu kami mensinyalir ada sesuatu didalam pelaksanaan pemeriksaan ini dan kemungkinan besar ada campur tangan elit-elit birokrasi lain baik di eksekutif dan Legislatif Kota Tidore Kepulauan.
Inilah penyebab kenapa mesin pendingin tempat pengawetan ikan akhirnya tidak bisa lagi di adakan. dari hasil infestigasi ini akhirnya PMII Cabang Tidore melaporkan Kadis Kelautan dan Perikanan Tidore ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara dan Kepolisian Daerah (Polda) Maluku Utara. dan Alhamdulillah pada beberapa saat yang lalu (Waktu dan tanggalnya lupa tercatat karena fokus kami terbagi oleh beberapa persoalan mendesak saat ini), Kadis perikanan di tetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Malut yang sebelumnya menjalani proses pemeriksaan dalam waktu yang panjang, dan saat ini Kadis menjalani masa tahanan sambil menunggu masa persidangan di rutan kelas IIB di Ternate.

Kembali ke persoalan Pedagang, dengan alasan inilah. akhirnya Walikota Tidore Kepulauan yang saat itu secara langsung menghadapi pengunjuk rasa di halaman Kantor menyatakan tidak akan memindahkan pedagang ke PPI Goto.

Namun persoalan ini tidak berakhir di sini....... runtutan masaalah ternyata masih terus membuntuti para pedagang.
persoalannya akan di jabarkan pada sesi II karena tulisan ini saya rasa sudah cukup panjang, nanti Sahabat-Sahabati bosan membacanya. makanya saya pilah per part, dan Saya harap Sahabat-Sahabati tidak bosan membaca tulisan ini. kalau sudah membaca tolong di kasih komennya ya........

Wallahulmuwafiq Ilaa Aqwamitthariq

Walikota Tidore menerima pedagang. dan memberikan Satetmennya yang seiring perjalanan waktu ternyata tidak terbukti konsistensinya.

Dari catatan Ahmad A. Jawa Konora
Ketua I Bidang Kaderisasi PMII Cabang Tidore