AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

Rabu, 17 November 2010

Dalam Berita : Pemugaran Situs Sejarah di Tidore Dipertanyakan PMII Cabang Tidore

Saat belum ada agenda gerakan maupun agenda kaderisasi, jadi bosan duduk-duduk sendirian di sekretariat. akhirnya buka komputer, utak-atik Google. eh..... saat lagi asyik-asyiknya berselancar.... kepala kepentok sebuah berita yang bertuliskan "Pemugaran Situs Sejarah di Tidore Dipertanyakan". Saat di buka dan di baca, ternyata berita itu adalah Release PMII Cabang Tidore yang di berikan kepada media pada Mei 2009 lalu. dan di terbitkan entah kapan tapi ternyata beritanya di muat juga di Kompas Online pada hari Selasa, 19 Mei 2009. meskipun sudah lama, tapi setelah di baca, beritanya masih relefan untuk Kota Tidore Kepulauan saat ini. dan masih pas untuk di jadikan sebagai bagian dari sikap gerakan. untuk itu dari pada bengong-bengong bingung-bingung. lebih baik di posting aja lagi. ini dia beritanya :

TERNATE, KOMPAS.com--Rencana Pemerintah Kota Tidore Kepulauan (Tikep), Maluku Utara (Malut) untuk memugar situs sejarah menjadi objek pariwisata dipertanyakan keseriusannya oleh sejumlah elemen mahasiswa.
Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Tidore misalnya, menilai Pemeritah Kota Tidore Kepulauan tidak memiliki rencana yang jelas terkait dengan pengembangan potensi wisata.
"Pemkot Tikep tidak memiliki rencana yang jelas, langkah-langkah konkret dalam membangun sektor pariwisata pun tidak tampak sama sekali," kata Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Tidore A. Jawakonora, Senin.
Beberapa tempat yang dijadikan bahan promosi Pemkot Tikep selama ini kini dalam kondisi rusak dan tidak terurus, antara lain pagar pembatas Tugu Pendaratan armada Juan Sebastian Elcano dengan kapal Trinidad dan Victoria pada 8 November 1952.
Pagar pembatas itu rusak karena abrasi sedangkan keindahan benteng Testjobe pudar akibat pengerjaan proyek jalan beberapa waktu lalu yang sampai kini tidak mendapat perhatian dari Dinas Pariwisata.
Jawakonora mengatakan perencanaan pembangunan sektor pariwisata ke depan harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan atau lembaga yang berkompeten dengan hal itu.
Menurut elemen mahasiswa tersebut hampir sebagian besar program pengembangan sektor wisata Kota Tidore dibangun atas dasar formalitas dan keinginan pihak tertentu hingga tidak ada langkah prioritas.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Tidore Salahuddin Adrias ketika dikomfirmasi mengatakan Pemkot tetap menjaga dan melestarikan peninggalan masa lampau yang ada di Kota Tidore sebagai aset sejarah.
"Kota Tikep merupakan salah satu kota tua dan bersejarah, sehingga tidak ada alasan bagi Pemkot setempat untuk menelantarkan berbagai situs sejarah," kata Salahuddin.

Dari : http://oase.kompas.com/read/2009/05/19/00275488/Pemugaran.Situs.Sejarah.di.Tidore.Dipertanyakan

Cin(T)a ; Ketika Tuhan Jadi Sutradara




Akhirnya, setelah lama film-film komunitas indie banyak dijumpai dalam ajang festival, kini salah satu karya anak bangsa yang patut di acungi jempol kembali beraksi dalam film terbaru cin(T)a.

Film yang disutradarai oleh Sammaria Simanjuntak ini mengisahkan tentang perjuangan dua anak manusia yang mencari jati diri akan makna cinta sesungguhnya.

Adalah Cina (Sunny Soon), seorang mahasiswa baru yang belum pernah mengalami kegagalan dalam hidup, sehingga dia yakin bisa mewujudkan impiannya hanya dengan modal iman.

Dan Annisa (Saira Jihan), mahasiswi tingkat akhir yang kuliahnya terhambat karena karirnya di dunia film. Popularitas dan kecantikan membuatnya kesepian, sehingga ia bersahabat dengan jarinya sendiri yang selalu digambari bermuka sedih. Sampai suatu hari datang ‘jari’ lain yang menemani. karakter yang paling tidak bisa ditebak. Setiap orang merasa mengenal-Nya.  mencintai Cina dan Annisa, tapi Cina dan Annisa tidak dapat saling mencintai.

Dengan cerita ‘cinta’ yang dilihat dengan ‘kacamata’ lain, cin(T)a memuat dialog-dialog jujur dan cerdas yang banyak mengupas perbedaan, yang selama ini dianggap tabu.

Padahal diskusi perbedaan itulah yang dibutuhkan untuk saling mengenal dan menghargai. Perbedaan dibutuhkan untuk membuat dunia tetap berjalan, bukan alasan untuk saling menghentikan...

cin(T)a yang diproduksi oleh Sembilan Matahari Film bekerja sama dengan Moonbeam Creations ini mendedikasikan film ini bagi terciptanya dialog cerdas dalam menyikapi segala hal, termasuk kemajemukan masyarakat Indonesia.

Sekedar informasi tambahan, film cin(T)a sebelumnya sudah mendapat kehormatan untuk diputar di National Film Theater – British Film Institute London 29 Mei 2009 lalu, dan berkeliling ke beberapa kampus di UK.

cin(T)a akan ditayangkan di Blitzmegaplex mulai 19 Agustus 2009.

Keshalehan Sosial Dalam Idul Adha

Gema takbir, tahmid dan tahlil berkumandang saling bersahutan memenuhi angkasa di seluruh penjuru dunia seiring hadirnya hari Raya Idul Adha. Apakah Idul Adha dipandang sebagai ritual tahunan atau diharapkan kedatangannya untuk sekadar berlibur, dinanti tibanya untuk mengenang momentum indah bersama keluarga dan sanak saudara, atau dimaknai sebagai landasan berpijak untuk refleksi diri atas semua yang telah terjadi, sembari mengambil hikmah dan pelajaran dari substansi “Hari Raya Kurban”?
Paradigma kontemporer mengarah pada pola hidup dan perilaku keberagamaan secara simbolik merupakan hasil kolaborasi pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan gaya hidup moderen yang serba instan dan sarat nuansa sekuler—memisahkan agama dengan kehidupan dunia.
Perintah dan larangan agama yang tertuang dalam rangkaian syari’at suci dipandang sebagai sebuah teologi (ritual) semata, menutupi kebiasaan harian yang lebih mementingkan produktivitas keduniaan dengan berjejalnya tugas dan kewajiban yang selalu mengejar untuk segera diselesaikan. Mengelabui komunitas di sekitarnya agar tetap dianggap insan yang beragama dan menjunjung tinggi nilai-nilai serta ajaran agamanya, atau supaya tetap dipandang layak hidup dan tinggal di negeri yang berdasarkan “Ketuhanan”.
Bahkan, yang lebih ironis, merasa sangat puas dan terhormat dengan menyisihkan sebagian hartanya untuk dikurbankan bagi para dhuafa, fakir miskin dan anak yatim yang ada di sekitarnya, tanpa pernah memahami dengan benar ajaran yang terkandung di dalamnya dan hikmah dari syari’at yang telah dijalankan.
Makna substansial dan keagungan Hari Raya Kurban telah tereduksi. Pembelajaran untuk mensucikan ketauhidan serta pengorbanan tak kenal batas kepada Tuhan nyaris pupus dan wisata ruhiah telah tersubstitusi dengan wisata badaniyah dengan segala atribut kecintaan terhadap dunia secara berlebihan (hubbud-dunya).
Imbas keshalehan sosial yang seharusnya terefleksi dari peristiwa besar tersebut, melalui  kecintaan dan kasih sayang antarsesama manusia hanya tampak di permukaan, bersifat sementara, bahkan hanya terjadi pada hari itu saja. Selebihnya kembali seperti hari biasa: berkompetisi tak kenal etika, yang kuat menindas yang lemah, yang kaya memperbudak yang miskin, para penguasa berlaku dzalim bahkan para kyai dan ulama telah banyak tergoda dengan memperjual-belikan ayat-ayat Allah, SWT dengan harga yang sangat rendah demi  keuntungan dan kemakmuran pribadinya. Gambaran tatanan masyarakat yang sangat paradoks dengan jumlah masyarakat muslim terbesar sejagad.



Hikmah dan Pelajaran Idul Adha
Momentum Hari Raya Idul Adha (Hari Raya Kurban) merupakan pembelajaran pengorbanan dan ujian keimanan terberat sepanjang sejarah peradaban manusia, yang diperankan oleh  Nabi Ibrahim, AS. dan Nabi Ismail, AS. sebagaimana disinyalir dalam firman Allah, SWT, “Sesungguhnya ini merupakan uji coba yang nyata” (QS. Ash-Shafat: 106). Dalam lanjutan kisah pengorbanan tersebut, atas kekuasaan dan kehendak Allah, SWT maka Nabi Ismail digantikan dengan seekor domba besar dan sangat indah, yang dahulu dikorbankan oleh Habil (putra Nabi Adam, AS), sebagaimana firman Allah, SWT, “Kami tebus anaknya itu dengan sembelihan besar (seekor domba/kibas)”. (QS. Ash-Shafat:107).
Ketaatan Nabi Ibrahim, AS, serta keikhlasan dan kesabaran Nabi Ismail, AS, dalam menjunjung tinggi perintah Allah, SWT mengundang kekaguman para malaikat, yang segera menyerukan kalimat takbir, “Allahu akbar, Allahu akbar”, dan disambut Nabi Ibrahim dengan kalimat tahlil, “Laa ilaha illallahu Allahu akbar”. Disusul seruan Nabi Ismail dengan ucapan tahmid, “Allahu akbar walillah ilhamd”. Rangkaian kalimat suci tersebut diabadikan hingga sekarang. Rangkaian kalimat yang mulia ini menghiasi ratusan juta bibir umat Islam saat merayakan Idul Adha.
Peristiwa besar dan Agung tersebut tentunya mengandung banyak hikmah dan pelajaran yang sangat berharga bagi seluruh umat manusia untuk dipahami dan diteladani dalam menjalankan kehidupan dialam semesta ini. Yakni, pertama, hendaknya hanya kepada Allah segenap cinta dicurahkan, sebab rahmat dan nikmat-Nya kita terima setiap saat, tak terhitung nilai dan kuantitasnya meski menggunakan air laut sebagai tintanya dan seluruh ranting pepohonan sebagai penanya. Niscaya akan kering seluruh lautan dan habis semua pepohonan, sedangkan  nikmat Allah masih terlalu banyak yang belum dapat dituliskan.
Hal tersebut sebagaimana difirmankan Allah dalam Al Quran: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah” (QS. Al-Kautsar : 1-2). Ibadah kurban merupakan perintah Tuhan untuk mengorbankan dan menyembelih sifat egois, sikap mementingkan diri sendiri, rakus dan serakah, yang dibarengi dengan kecintaan kepada Allah, diwujudkan dalam bentuk solidaritas dan kesetiakawanan sosial. Teladan paling mulia tentang kecintaan kepada Allah sebagaimana ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dengan kesediaan menyembelih putra kesayangannya.
Kedua, selayaknya hanya kepada Allah dipersembahkan segala puja dan puji. Perintah berkurban bagi mereka yang diberi kelebihan rezeki dan membagikan dagingnya untuk kaum miskin dan dhuafa mengandung pesan penting ajaran Islam bahwa “Anda bisa dekat dengan Allah hanya ketika Anda bisa mendekati dan menolong saudara-saudara kita yang serba kekurangan”, sehingga terbangun ikatan solidaritas sosial dan semangat tolong-menolong antaranggota masyarakat. Sikap tersebut dapat mengurangi kesenjangan sosial dan menjaga suasana kehidupan harmonis di antara sesama warga.
Menyembelih hewan kurban bukanlah media untuk mendapatkan pujian atas pengurbanan yang telah dilakukan, apalagi mengharap agar dianggap sebagai orang yang dermawan. Sungguh ironis. Hakekatnya hanya Allah, Dzat yang pantas menerima pujian karena kebesaran dan keagungan-Nya, yang telah menciptakan seluruh makhluk di alam semesta dan seisinya, mematikan yang hidup, lalu menghidupkan yang mati, menganugerahkan kepintaran kepada mereka yang sebelumnya tak mengerti, memberikan kekuasaan kepada mereka yang sebelumnya sangat lemah.
Ketiga, hanya kepada Allah tempat berserah diri atas segala amal ibadah yang didirikan siang dan malam. Dzikir yang dilafadzkan pagi dan petang didasari dengan niat ikhlas tanpa mengharapkan pujian dari makhluk-Nya adalah wujud pengabdian hamba kepada Rabb-nya. Bukankah setiap hari kita berikrar dalam doa iftitah setiap menunaikan ibadah shalat, “Sesungguhnya shalatku dan semua ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, SWT, Tuhan semesta alam.”
Sesungguhnya masih banyak hikmah dan pelajaran yang dapat diambil dari ibadah kurban. Melalui ibadah kurban, nurani manusia diasah. Kerakusan manusia digugat, bahkan segala bentuk ketidakadilan sosial digugat. Demikianlah relevansinya umat Islam untuk memelihara nyala api ibadah kurban dalam menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan.
Perilaku “ABS” tidak lagi bergelayut di tengah iklim profesional dan motivasi kerja menemui kutub posisitifnya. Tidak sekadar menggugurkan kewajiban, melainkan berusaha keras mempertanggungjawabkan seluruh ketentuan yang telah disepakati, rencana yang telah disusun untuk dicapai serta target capaian yang telah diikrarkan untuk diraih. Menjadikan ranah profesi sebagai media pengabdian kepada sesama makhluk sekaligus tempat peribadatan kepada Sang Khalik. (Suyitno Masdar, TA MK OC-7 Provinsi NTB, PNPM Mandiri Perkotaan; Firstavina)




Selasa, 16 November 2010

Mekah Dulu Dan Kini

Sakralnya kota suci Makkah semenjak Jaman Nabi Ibrahim a.s, sampai pada masa Nabi  MuhammadSaw, hingga dunia modern saat ini masih terasa. Eksistensi kesakralan (kesucian) kota Makkah menjadi lebih nyata dan (legal) ketika Nabi Muhammad membebaskan kota Makkah (fatku Makkah). Peristiwa ini diabadikan dalam al-Qur’an[1] agar dikenang sepanjang jaman oleh ummat manusia. Setelah Makkah diditaklukan Nabi, semua penduduk Makkah memeluk islam secara serentak (afwaja).
Dalam peristiwa penaklukan kota Makkah, tidak ada pertumpahan darah antara pihak Nabi dan penduduk Makkah. Selaku pemimpin laskhar Makkah, Abu Shofyan mengatakan” barang siapa memasuki rumah Abu Sofyan dia akan aman”. Ini trik politik Nabi untuk menaklukkan hati Abu Sofyan yang tidak mau memeluk islam. Kata-kata Nabi menyentuh hati Abu Sofyan, dia merasa bahwa semasa Jahiliyah memperoleh kedudukan yang sangat tinggi sebagai pemimpin, sedangkan ketika memeluk islam Nabi memulyakanya.
Sejak saat itu, kota Makkah tidak boleh dimasuki oleh orang-orang musrik (tidak beragama), Nasrani, Hindu, Budha, Yahudi. Di masa Nabi dan sahabat, penerapan aturan memasuki kota suci sangat ketat. Para kholifah penganti Nabi, Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali sangat setia menerapkan aturan sunnah tersebut. Bahkan pada masa pemerintahan mereka, semua tentara mesti dari orang islam, semua istri-istri Nabi mendapat tunjangan (pensiunan[2]), begitu juga sahabat Ansor dan Muhajirin. Makkah dan Madinah menjadi kota yang di Haramkan (sucikan). Mereka tidak rela kota suci di kotori oleh orang-orang tidak bertuhan (atheisme) atau mereka yang menyekutukan tuhan polyitheisme (musrik). Kendati demkian, tidak selamanya orang non islam, menerima. Mereka berusaha keras agar bisa memasuki kota suci umat islam dengan segala cara, Philip.K.Hitti sejarawan barat menyebutkan” Tidak kurang dari lima belas orang Kristen pernah memasuki kota suci Makkah. Mereka adalah Ludovico di Verthema (1503), Eldon Ruther (Ingris), Julius Germanus ( Hungaria), Sir Richard (1854). Ini diungkapkan oleh seorang sejarawan barat (Hitti,K. Philip ” History Of The Arab :149 (2008)[3].
Sakralisasi tanah haram berlangsung sampai saat ini. Di era globalisasi dan internetisasi, kota suci Makkah sudah berubah wajahnya, bentuk bangunan sangat megah dan mewah, tehnologinya sangat canggih. Gunung-gunung menjulang berubah menjadi Hotel mewah dan berbintang, Mall (super market), perbelanjaan menarik perhatian semua orang. Masyarakatnya semakin majemuk dan hidrogen, bukan hanya penduduk asli Makkah, tetapi banyak keturunan dari antero dunia, seperti Mesir, India, Indonesia, Malyasia, Thailand, Bangladesh, Yaman, Turkey, Bukhory (Ubeskistan), Rusia, China, serta Afrika. Belum lagi para pekerja yang memburu real dari benareka ragam suku bangsa dan bahasa. Sepanjang jalan tidak lagi gersang seperti yang diberitakan dalam sejarah. Keindahan menghiasai semua sudut kota suci Makkah, taman-taman hjiau nan rindang menghiasi perkantoran. Begitulah wajah Makkah sekarang, mewah, megah, indah dan menjanjikan keindahan dunia serta menjnajikan masa depan perekonomian bagi setiap orang.
Seiring dengan kemajuan tehnologi, informasi, ekonomi, ternyata berdampak kurang bagus. Manusia tidak lagi memulyakan kota ini, mereka yang datang dari penjuru dunia sering kali terlena dengan keindahan. Hotel-hotel penuh dengan para wisatawan haji, Mall penuh dipenuhi para pengusaha, dan orang kaya yang berbelanja menghabiskan harta (bekal) untuk mengoleksi kebutuhan pribadainya. Tidak aneh jika Nabi pernah meramalakan, bahwa kelak sebagian umatku akan menunaikan haji dengan beragam tujuan, seperti popularitas (para cendikiawan dan ualama’), rekreasi,( pengusaha dan pejabat), hartawan (bisnis dan niaga), peminta-minta (miskin dan fukoro’[4]). Tidak aneh jika sering kita temukan di Makkah banyak orang kaya menunaikan haji, tetapi waktunya habis untuk berbelanja di mall yang disediakan di sekitar Masjidil Haram. Sering ditemukan, orang yang meminta-meminta (disekitar rumah tuhan), dengan alasan, kehabisan bekal, kecopetan, atau kehilangan. Mereka menangis untuk menarik simpati sekitarnya, agar mendapatkan belas kasihan. Banyak jama’ah haji, khususnya dari Indonesia merasa iba, kemudian mereka memberikan sebagian uangnya. Ini sering terjadi, bahkan sudah menjadi fenomena setiap musim haji. Jama’ah haji asal indonesia tidak mengerti, sesungguhnya mereka menangis dengan alasan kehilangan hanyalah ulah orang miskin yang tujuan hajinya meminta-minta. Sedangkan para pejabat seringkali menghabiskan waktunya dengan rekreasi (santai-santai), duduk berlama-lama di Lobi Hotel berbintang, sambil makan dan minum, serta merokok. Ada juga yang sengaja keluar kota Makkah mencari hiburan, seperti Kafe khas Arab. Di mana di dalamnya menyediakan kopi Arab (Qahwah), serta rokok khas Arab (syissa[5]). Para cendikiawan dan selebritis menghabiskan waktunya untuk belanja ditempat-tempat mahal, membeli busana, jam tangan, dompet, tas, perhiasan, parfum.
Pelajar dan Santri (Umm al-Qura Makkah), yang mengaji dibeberapa halaqoh (Masjidil Haram) saat ini lebih rajin memburu real dari pada ilmu. Apalagi di Musim Haji dan Ramadhan, mereka berlomba-lomba memburu real dengan menjadi pembimbing (Guide). Para pemukim juga berkeliran dimana-mana, mereka menawarkan jasa memijit, ada juga makelaran jasa mencium hajar aswad, makelaran kambing, membuat piagam Haji. Yang lebih mengerikan, ada yang menjadi makelaran badal haji. Intinya, bagaimana mereka memanfaatkan waktu selama di Makkah memperoleh hasil yang sebesar-besarnya, sebagaiaman prinsip ekonomi Adam Smit[6]. Kondisi Makkah sudah sangat memprihatinkan, berbeda jauh dengan tahun 70-80-an.
Suatu ketika, seorang wanita tua yang berumur 60-an menunaikan umrah, beliau sangat senang menceritakan perjalanan umrahnya. Setelah saya tanya seputar pelaksanaan manasik umrahnya” beliau mulai menceritakan kalau setelah melaksanakan Thowaf langsung dilanjutkan dengan sa’i. Saya bertanya lagi, wah’ ternayata Ibu kuat sekali ya, walaupun usianya sudah enampuluaan” al-Hamdulillah Nak, saya mash kuat, Cuma saya cuapek sekali, jawab Ibu itu. Kenapa? Tanyaku” soalnya ketika sa’i saya mberkelilng 14 kali, dari shofa kemarwah tujuh kali, berarti (14 X). Siapa yang membimbing rombongan Ibu,” tanyaku singkat”. Beliau menjawab” pembimbingnya orang Indonesia (ustad) yang sudah lama tinggal di kota suci“.
Para mukimin (sebutan orang yang mukim di Makkah), baik itu pelajar, mahasiswa, pekerja (TKI), ketika pertama kali menginjakkan kakinya di tanah haram (Masjidil Haram) sangat terharu dengan ke-Agungan dan kebesaran Allah SWT. Merreka bersujud, air matanya terus membasahi kedua pipinya ketika melihat Baitullah (rumah Allah). Setiap putaran thowaf, tak henti-hentinya menyebut nama-Nya, bibirnya basah dengan tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir. Ketika putaran thowaf terahir, mereka mengahirinya dengan berdo’a dibelakan multazam[7].
Seiring dengan pergantian waktu, mereka tidak lagi sering datang ke Masjdil Haram hanya sekedar melaksanakan sebuah penghormatan (thowaf). Yang biasanya setiap hari, berubah menjadi seminggu sekali, bahkan sebulan sekali bahkan tidak sama sekali. Kecuali melaksanakan umrah atau haji. Yang lebih menarik untuk dikaji, air mata yang deras mengalir tidak lagi membasahi pipinya. Tahmid, takbir, tahlil, talbiyah, jarang sudah jarang lagi dikumandangkan. Seolah-olah air matanya sudah kering kerontang, dzikir tidak lagi menarik untuk dilakukan, karena keindahan dan kemewahan kota Makkah merubah semua pola hidupnya.
Para pemukim, jama’ah haji, serta penduduk Makkah sering kali lupa (atau tidak tahu). Mereka dengan sadar melakukan kemaksiatan, seperti; menipu, bohong, nyopet, di kota di depan rumah Allah SWT tanpa merasa berdosa. Padahal, Ibnu Abbas seorang sahabat yang sekaligus ahli tafsir di era Nabi mewanti-wanti kepada putra-putrinya agar supaya jasadnya kelak di makamkan di Thoif. Beliau merasa, bahwa dirinya tidak pantas dimakamkan ditempat yang sakral (suci), Makkah karena merasa banyak dosa. Sikap Ibnu Abbas perlu dijadikan tolakukur bagi semuanya. Minimal, rasa sungkan kepada pemilik Baitullah, sehingga tidak berbuat negatif, lebih-lebih pealangaran syariat.
Sejak Makkah dipugar pada masa pemerintah Fahad ibn Abd. Aziz, Makkah tidak seperti sertus tahun lalu. Apalagi sekarang telah menjadi kota megah nan mewah, hotel, mall, serta semua jenis busana, makanan, dan permainan menghiasi kota suci. Nilai-nilai sakral akan semakin hari semakin redup, bahkan mulai pudar. Orang tidak lagi sungkan, malu, atau dekat dengan tuhan ketika di Makkah. Apalagi merindukan baitullah, dengan kata lain orang berada di sekitar baitullah tetapi hati dan fikiranya di hotel, atau dirumahnya masing-masing. Umar ibnu Khattab pernah mengatakan” wahai orang Yaman, segeralah kembali ke Yaman, wahai orang Syam[8], segeralah kembali, wahai warga Iraq, segeralah kembali”. Ini disampaikan Umar kepada jama’ah haji setelah merampungkah rangkain manasik Haji[9].
Di dalam redaksi lain, pernah disampaikan dalam buku tersebut” lebih baik engkau berada di negerimu semdiri, tetapi hatimu selalu dekat dan merindukan Baitullah. Tinggal di tanah suci berlama-lama sangat mengkhwatirkan, sebab melakukan kesalahan atau dosa ditanah haram dosanya dilipatgandakan sebgaimana kebaikan. Bahkan, akan diancam dengan siksaan, firman Allah yang artinya :” Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidilharam yang Telah kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara dzalim, niscaya akan kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih[10]. Imam Ghozali menuturkan di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin yang artinya” sesunggunhya kejelekan (maksiat) di tanah suci, dilipatgandakan dosanya, begitu juga kebaikan”. Wallau a’lam. (Abdul Adzim)
[1] . Q.S al-Nasar
[2] . Siti Aisah memperoleh dana pensiaun 12.000 dirham pertahun. Masing-masing dari ahlil baitk sekitar 4000-5000 dirham. Sedangkan para prajurit memperoleh kisaran 500-600 dirham.
[3] . Hitti,K. Philip ” History Of The Arab- 149. Serambi-jakarta. 2008″
[4] . Hasan, Tholhah, Muhammad, Kado untuk Tamu-Tamu Allah, 18- Lantabora Press-Jakarta, 2002.
[5] . Syissa adalah suatu alat merokok berjama’ah, bentuknya panjang sedangkan memakaianya bergantian. Sedangkan rasanya bervariasi, ada rasa jeruk, apel, mangga, candu, anggur. Sebagian pecandu mengatakan bahwa syissa enjadikan kecanduan, sehabis menghisab seolah-olah flyaing.
[6] . berusaha sekecil-kecilnya demi memperoleh hasil sebesar-besarnya, di Makkah hanya jual jasa. Paling ironis, ada yang menipu dengan membuat ” paspor palsu, ikomah, dll”. Wallau a’lam
[7] . Tempatnya antara pintu Ka’bah dan Hajar Aswad. Tempat ini selalu dikerumuni manusia, mereka berdo’a sebagaimana Nabi melakukan di tempat ini.
[8] . Syiria dan sekitarnya
[9] . al-Hajjar, Muhammad” Allimuni Ya Kaum kaifa akhujju (ajarilah aku hai kawan, bagaiaman aku menunaikan haji”134-Dar al-Basair al-Islamiyah-Beirut.1997.
[10] . Q.S a-Hajj 25

Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2010/02/13/pudarnya-kesakralan-kota-suci/

Sabtu, 13 November 2010

Konferensi Cabang Dan Pelatihan Kader Dasar PMII Cabang Tidore


Alhamdulillah, Syukur pada Allah SWT.
Masa Kepengurusan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Cabang Kota Tidore Kepulauan masa bakti 2009-2010 telah sampai di penghujung masa baktinya. Berkat kerja sama yang baik, dan kesadaran kerja secara kolektif dari seluruh jajaran pengurus PMII Cabang Tidore, sampai di akhir kepengurusan ini, segala sesuatu yang di rencanakan akan di laksanakan hampir semuanya dapat di wujudkan. tidak terkecuali Pelatihan Kaders Dasar yang oleh Bidang Kaderisasi di Canangkan sebagai program Prioritas.
Sebab, selama lima tahun PMII eksis di Kota Tidore Kepulauan, belum sekalipun PMII Cabang Tidore melaksanakan proses untuk Mengkaderkan Anggota PMII. untuk itu, PKD kali ini adalah sebuah terobosan di masa kepengurusan kali ini. Oleh sebab itu, kegiatan ini di sambut masif oleh seluruh Warga PMII Cabang Tidore. sebab melalui momentum ini, status Anggota yang selama ini melekat bisa di tingkatkan menjadi Kaders PMII. Hal ini terlihat dari semangat para Anggota PMII untuk menyiapkan segala keperluan untuk pelaksanaan PKD.
PKD PMII kali ini sekaligus di rangkaikan dengan Konferensi cabang. mengingat karena kepengurusan priode ini juga akan habis masa kepengurusannya pada bulan November 2010.

Rabu, 10 November 2010

Gelar Pahlawan Gus Dur Tertunda Agustus 2011

Gelar pahlawan nasional bagi mantan Presiden RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tampaknya masih harus tertunda, karena sampai Rabu (10/11) yang merupakan hari Pahlawan ini suratnya belum turun dari Mensos maupun Presiden SBY. Keputusan penetapan Gus Dur sebagai Pahlawan itu akan diberikan pada 17 Agustus 2011 mendatang. 

‘’Sampai saat ini kami memang belum menerima keputusan resmi dari pemerintah pusat. Tapi, kami sudah mengusulkan dan mengirim surat untuk mendesak Mensos dan pemerintah agar memberikan gelar pahlawan untuk Gus Dur,’’tandas Gubernur Jatim, Soekarwo seusai upacara bendera memperingati hari Pahlawan di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Rabu (10/11).

Meski begitu, gubernur yang mantan Sekda Propinsi Jatim ini optimistis Gus Dur bakal mendapat gelar pahlawan nasional. Jika keputusan penganugerahan gelar tersebut masih belum turun, menurut dia, pemberiannya biasanya tidak harus bertepatan dengan Hari Pahlawan.

Menurut Soekarwo pemberian gelar itu akan diserahkan presiden bertepatan dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia. ‘’Biasanya diberikan saat hari kemerdekaan pada 17 Agustus nanti,’’katanya.

Mengapa? Sebab kata Soekarwo, gelar pahlawan terhadap mantan Ketua Umum PBNU selama tiga periode 1984-1999 itu sudah memenuhi persyaratan. ’Baik dari kajian aspek akademik, maupun empirik. Semuanya sudah terpenuhi. Karena itu, dia optimistis Gus Dur akan dianugerahi gelar i Pahlawan Nasional Indonesia.
dari : 
http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=25980

Mahasiswa VS Profesor

Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswa nya dengan pertanyaan ini, "Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?".
Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, "Betul, Dia yang menciptakan semuanya".
"Tuhan menciptakan semuanya?" Tanya professor sekali lagi. "Ya, Pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut.

Profesor itu menjawab, "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan".

"Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau Agama itu adalah sebuah mitos.
Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, "Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?".
"Tentu saja," jawab si Profesor,
Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, "Profesor, apakah dingin itu ada?"
"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada.
Kamu tidak pernah sakit flu?" Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.

Mahasiswa itu menjawab, "Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada.
Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas."

Mahasiswa itu melanjutkan, "Profesor, apakah gelap itu ada?" Profesor itu menjawab, "Tentu saja itu ada."
Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi anda salah, Pak.

Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak.

Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya."

Akhirnya mahasiswa itu bertanya, "Profesor, apakah kejahatan itu ada?"
Dengan bimbang professor itu menjawab, "Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya.
Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan."
Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi Anda salah, Pak.

Kajahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kajahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan.

Tuhan tidak menciptakan kajahatan. Kajahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya."
Profesor itu terdiam.

Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein .