Sesuai dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia Perwakilan Maluku Utara No 8.3/LHP-LK/XIX.TER/06/2009 tentang laporan atas kepatuhan dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah Kota Tidore Kepulauan untuk tahun 2008. kami mencoba untuk melakukan analisis secara mendalam terkait dengan hasil audit tersebut. Ada beberapa hal yang coba kami analisa, di antaranya adalah temuan BPK RI Perwakilan Malut yang kemudian menitik beratkan pada beberapa persoalan mendasar yang di di garisbawahi oleh BPK RI Perwakilan Maluku Utara. di antara persoalan tersebut adalah :
- Pengeluaran Kas Tanpa Surat Perintah Pencairan Dana Belum Dipertanggungjawabkan Per 31 Desember 2008 Sebesar Rp4.765.627.035,00
- Belanja Operasional pada Sekretariat Daerah Sebesar Rp13.167.652.500,00 Tidak Dapat Diyakini Kewajarannya
- Dinas Pekerjaan Umum Belum Menarik Uang Muka Sebesar Rp186.824.636,00 atas Pekerjaan Pembangunan Jalan Tomadou Talaga yang Batal Dilaksanakan dan Berpotensi Merugikan Keuangan Daerah
- Proses Lelang 20 Pekerjaan Pembangunan Fisik serta 14 Pengadaan Meubelair dan Alat Kesehatan pada Dinas Kesehatan Senilai Rp6.797.743.000,00 Tidak Sesuai Ketentuan
- Pengelolaan Beasiswa Tugas Belajar Kota Tidore Kepulauan Senilai Rp745.340.000,00 Tidak Sesuai Ketentuan.
- Pembangunan Dapur dan Pemasangan Paving Stone Kediaman Walikota Tidore Kepulauan Senilai Rp346.000.000,00 Tidak Sesuai Ketentuan
Dari hasil analisis yang kami ajukan ini, kami berharap agar persoalan ini jagan di abaikan dan di biarkan berlarut-larut sehingga menyebabkan sikap pejabat di daerah menjadi seperti kebal hukum dan menganggap bahwa korupsi adalah perbuatan biasa yang sulit terjangkau tangan-tangan hukum yang suci.
Dalam resume BPK tentang laporan atas kepatuhan dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan pemerintah Kota Tidore Kepulauan untuk tahun 2008. BPK RI menyatakan memberikan opini tidak menyatakan pendapat (Disclaimer) terhadap temuan tersebut. Hal ini patut di pertanyak oleh kita semua. Dari keenam item di atas, terdapat dua item yang kami garis bawahi. Sebab dari kedua item tersebut mengandung indikasi korupsi yang sangat kuat. Namun kami tidak menyangkal bahwa item-item lainnya juga mengandung indikasi korupsi yang sangat kuat. Sebab dari hasil Inversyigasi dan anlisa yang kami lakukan, kami menganggap bahwa dua item yang kami paparkan di bawah ini merupakn persoalan yang harus segera di selesaikan melalui jalur hukum. Kedua item tersebut adalah sebagaimana yang kami paparkan berikut ini :
1. Belanja Operasional pada Sekretariat Daerah Sebesar Rp13.167.652.500,00 Tidak Dapat Diyakini Kewajarannya
Pada tahun 2008 sekretariat daerah (setda) Kota Tidore Kepulauan mengganggarkan belanja operasional sebesar Rp14.280.000.000,00 dan terealisasi sebesar Rp14.254.702.500,00 dengan rincian sebagai berikut:
a. Belanja Penunjang Operasional Setda sebesar Rp11.250.000.000,00
b. Iuran Apeksi sebesar Rp25.000.000,00
c. Belanja Konsultasi Tugas Pemerintahan dan Pembangunan sebesar Rp2.999.000.000,00.
Penggunaan belanja operasional diatur oleh Peraturan Walikota Tidore Kepulauan No.39 Tahun 2008 tanggal 25 September 2008 tentang Penjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2008 dengan uraian penggunaan sebagai berikut:
a. Belanja Penunjang Operasional Setda digunakan untuk biaya penunjang operasional setda
b. Iuran Apeksi digunakan untuk biaya iuran apeksi
c. Belanja Konsultasi Tugas Pemerintahan dan Pembangunan digunakan untuk biaya konsultasi.
Penelusuran lebih lanjut terhadap bukti-bukti atas belanja operasional diketahui bahwa:
a. Belanja Penunjang Operasional Setda sebesar Rp10.308.652.500,00, dengan rincian sebagai berikut:
1) Sebesar Rp1.536.095.000,00 dicairkan melalui SP2D GU yang didukung dengan kuitansi pengeluaran dari bendahara.
2) Sebesar Rp8.772.557.500,00 dicairkan melalui SP2D LS yang tidak didukung dengan bukti-bukti penggunaan uang secara rinci.
b. Belanja Konsultasi Tugas Pemerintahan dan Pembangunan sebesar Rp2.859.000.000,00 yang didukung dengan bukti yang lengkap, dengan rincian sebagai berikut:
1) Sebesar Rp433.500.000,00 dicairkan melalui SP2D GU yang didukung dengan kuitansi pengeluaran dari bendahara.
2) Sebesar Rp2.425.500.000,00 dicairkan melalui SP2D LS yang tidak didukung dengan bukti-bukti penggunaan uang secara rinci.
Hal ini tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 44 ayat (1) Belanja hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 bersifat bantuan yang tidak mengikat/tidak secara terus menerus dan tidak wajib serta harus digunakan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah.
b. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 900/2677/SJ tanggal 8 Nopember 2007 hal Hibah dan Bantuan Daerah, penjelasan no.6 yaitu Pertanggungjawaban pemberian hibah dilakukan sebagai berikut:
1) Hibah dalam bentuk uang kepada instansi vertikal (seperti: kegiatan TMMD, pengamanan daerah, dan penyelenggaraan Pilkada oleh KPUD) dan Organisasi semi pemerintah (seperti PMI, KONI, Pramuka, Korpri dan PKK) dipertanggungjawabkan oleh penerima hibah sebagai obyek pemeriksaan, dalam bentuk laporan realisasi penggunaan dana, bukti-bukti lainnya yang sah sesuai naskah perjanjian hibah dan peraturan perundang-undangan lainnya.
2) Hibah dalam bentuk uang kepada organisasi pemerintah (seperti Ormas dan LSM) dan masyarakat dipertanggungjawabkan dalam bentuk bukti tanda terima uang dan laporan realisasi penggunaan dana sesuai naskah perjanjian hibah, yang pengaturan pelaksanaannya ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
Hal tersebut mengakibatkan peruntukkan belanja operasional tidak melalui mekanisme yang sesuai ketentuan sebesar Rp13.167.652.500,00 dan tidak dapat diyakini kewajarannya.
Hal ini disebabkan sekretaris daerah dalam merealisasikan belanja operasional tidak
memperhatikan ketentuan yang berlaku.
Atas permasalahan tersebut Sekretaris daerah menjelaskan bahwa belanja penunjang operasional tersebut digunakan untuk kegiatan instansi vertikal, kegiatan pemerintah daerah dan operasional kunjungan-kunjungan walikota dan wakil walikota ke daerah-daerah sedangkan Belanja Konsultasi Tugas Pemerintahan dan Pembangunan digunakan digunakan untuk memperlancar tugas-tugas yang menyangkut dengan urusan Pemerintah Pusat dan Daerah dan kesalahan dalam merealisasikan belanja operasional akan diperbaiki ditahun berikutnya.
BPK RI merekomendasikan kepada Walikota Tidore Kepulauan untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan kepada sekretaris daerah agar dalam merealisasikan anggaran sesuai peruntukkannya dan mempertimbangkan ketentuan yang berlaku.
Dari penjelasan di atas, dapat di tarik dua persoalan yang harus menjadi sebuah pertanyaan mendasar kepada pemerintah Kota Tidore Kepulauan. Di mana anggaran sebesar Rp.11.198.057.500 dicairkan melalui SP2D LS yang tidak didukung dengan bukti-bukti penggunaan uang secara rinci. dari penjelasan yang tercatat dalam laporan keuangan, di nyatakan bahwa anggaran tersebut di gunakan untuk penunjang kegiatan setda, bayar biaya penunjang kegaiatn setda, maupun bayar penunjang kegaiatan setda. Pertanyaanya adalah, penunjang kegaiatn setda seperti apa yang di maksud di sini. Sehingga anggaran Rp.11.198.057.500 terindikasi di gelapkan oleh pemerintah Kota Tidore Kepulauan. Dan dari hasil kajian mendalam yang kami lakukan, terdapat banyak sekali kejanggalan-kejanggalan yang muncul dalam penggunaan anggaran tahun 2008. inilah kenapa BPK kemudian meyatakan bahwa penggunaan anggaran untuk belanja operasional setda tidak wajar. (lihat lampiran)
2. Pembangunan Dapur dan Pemasangan Paving Stone Kediaman Walikota Tidore Kepulauan Senilai Rp346.000.000,00 Tidak Sesuai Ketentuan
Pemerintah Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2008 dalam laporan keuangannya melaporkan adanya penambahan nilai aset tetap sebesar Rp102.897.030.464,00 dari nilai aset tetap yang dilaporkan dalam neraca tahun 2008 sebesar Rp300.177.165.155,00 dari penambahan aset tetap tersebut, Pemerintah Kota Tidore melaporkan adanya penambahan aset tetap gedung dan bangunan senilai Rp48.213.208.092,00. Salah satu komponen penambahanan aset tetap bangunan adalah adanya pekerjaan yang dilakukan dinas pekerjaan umum berupa pembanggunan kediaman walikota senilai Rp346.000.000,00 yang terbagi dalam dua buah pekerjaan yaitu pembangunan dapur senilai Rp263.750.000,00 dan pemasangan paving stone senilai Rp82.250.000,00. Anggaran tersebut berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) Pemerintah Daerah Kota Tidore Kepulauan, dengan rincian sebagai berikut:
No | Kegaiatan | Anggaran (Rp) | Realisasi (Rp) |
1. | Rehabilitasi Dapur Kediaman Walikota | 264.500.000 | 263.750.000 |
| Honorarium tim pengadaan barang dan jasa | 1.100.000 | 1.100.000 |
| Honorarium konsultan | 10.025.000 | 10.025.000 |
| Belanja dokumen/administrasi tender | 875.000 | 875.000 |
| Perjalanan dinas dalam daerah | 2.500.000 | 2.500.000 |
| Belanja modal konstruksi | 250.000.000 | 249.250.000 |
2. | Pemasangan Paving Stone Kediaman Walikota | 82.500.000 | 82.250.000 |
| Honorarium tim pengadaan barang dan jasa | 1.100.000 | 1.100.000 |
| Honorarium konsultan | 3.025.000 | 3.025.000 |
| Belanja dokumen/administrasi tender | 875.000 | 875.000 |
| Perjalanan dinas dalam daerah | 2.500.000 | 2.500.000 |
| Belanja modal konstruksi | 75.000.000 | 74.750.000 |
Pelaksanaan pembangunan dapur dan paving stone dilaksanakan oleh CV. MS berdasarkan kontrak Nomor 640/97-13/DPU/KTK/2008 dan 640/97-15/DPU/KTK/2008 keduanya ditandatangani pada tanggal 28 Oktober 2008. Konsultan perencana pembangunan dapur dilaksanakan oleh PT. TGP, berdasarkan kontrak Nomor 640/96-1.3/DPU-KTK/2008 tanggal 18 September 2008 sedangkan untuk pemasangan paving stone jasa konsultannya dilaksanakan secara swakelola oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Tidore Kepulauan.
Pemerintah Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2008 belum memiliki rumah dinas walikota. Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah Kota Tidore Kepulauan mengadakan perjanjian sewa menyewa rumah kediaman antara kepala bagian umum sekretariat daerah dengan Drs. HAM. dengan nomor: 027/SPM/PPBD/52/KTK/2008 tanggal 1 Januari 2008 senilai Rp75.000.000,00 dan berlakuselama 12 bulan.
Penelitian lebih lanjut terhadap dokumen pelaksanaan pekerjaan diketahui sebagai berikut:
a. Pekerjaan pembangunan dapur kediaman walikota telah dibayar dengan SP2D:
1) Nomor 4735/LS/TK/08 tanggal 1 Desember 2008 senilai Rp236.787.500,00
2) Nomor 5270/LS/TK/08 tanggal 12 Desember 2008 senilai Rp875.000,00
3) Nomor 5598/LS/TK/08 tanggal 16 Desember 2008 senilai Rp12.462.500,00
4) Nomor 5767/LS/TK/08 tanggal 19 Desember 2008 senilai Rp10.025.000,00
5) Nomor 5899/LS/TK/08 tanggal 19 Desember 2008 senilai Rp3.600.000,00
b. Pekerjaan pemasangan paving stone kediaman walikota telah dibayar dengan SP2D:
1) Nomor 4734/LS/TK/08 tanggal 1 Desember 2008 senilai Rp71.012.500,00
2) Nomor 5266/LS/TK/08 tanggal 12 Desember 2008 senilai Rp875.000,00
3) Nomor 5599/LS/TK/08 tanggal 16 Desemer 2008 senilai Rp3.737.500,00
4) Nomor 5650/LS/TK/08 tanggal 17 Desember 2008 senilai Rp3.025.000,00
5) Nomor 5892/LS/TK/08 tanggal 19 Desember 2008 senilai Rp3.600.000,00
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan menteri Dalam Negeri Nomor 30 tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan APBD bagian prinsip dan kebijakan penyusunan APBD dan perubahan APBD mengenai belanja modal yang mengatakan bahwa belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap yang digunakan dalam kegiatan pemerintahan.
Permasalahan tersebut mengakibatkan pengeluaran untuk dapur dan paving stone pada kediaman walikota senilai Rp346.000.000,00 tidak sesuai ketentuan.
Keadaan ini disebabkan oleh panitia anggaran dan kepala dinas pekerjaan umum lalai dalam pelaksanaan belanja modal APBD tahun 2008.
Atas kondisi tersebut sekretaris daerah menyatakan bahwa penyewaan rumah pribadi walikota sebagai rumah dinas dilakukan dengan pertimbangan efisiensi anggaran. Pembangunan dapur serta paving stone dikarenakan rumah walikota yang dinilai kurang layak sehingga perlu dilakukan peningkatan bangunan.
BPK RI merekomendasikan kepada Walikota Tidore Kepulauan agar:
a. Menyetorkan pembangunan dapur dan paving stone sebesar Rp346.000.000,00 ke kas daerah dan bukti setor disampaikan kepada BPK RI Perwakilan Provinsi Maluku Utara.
b. Memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan kepada panitia anggaran dan kepala dinas pekerjaan umum yang lalai dengan membangun dapur dan paving stone pada kediaman walikota sebagai wujud pelaksanaan belanja modal APBD tahun 2008.
Atas ini, pemerintah Kota Tidore Kepulauan kemudian menyatakan telah melaksanakan rekomnedasi BPK RI. Karena telah menyetorkan uang sejumlah sebagaimana yang di sebutkan di atas ke kas daerah. namun satu hal yang mungkin sengaja di abaikan pemerintah yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Peberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- Pasal 3 : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, di pidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (Dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
- Pasal 4 : Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapus di pidananya pelaku tindak pidana sebagaimana di maksud dalam Pasal 3.
Apapun yang terjadi dan dengan alasan apapun, hukum harus teta di tegakkan. Jangan dengan nama kekuasaan, hukum lantas di kesampingkan sehingga pejabat daerah dengan seenak perutnya menggunakan uang daerah untuk kepentingan pribadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar