AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

Minggu, 02 Januari 2011

INDIKASI KORUPSI PEMERINTAH KOTA TIDORE KEPULAUAN PADA HASIL AUDIT BPK RI PERWAKILAN MALUKU UTARA TAHUN 2008

Sesuai dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia Perwakilan Maluku Utara No 8.3/LHP-LK/XIX.TER/06/2009 tentang laporan atas kepatuhan dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah Kota Tidore Kepulauan untuk tahun 2008. kami mencoba untuk melakukan analisis secara mendalam terkait dengan hasil audit tersebut. Ada beberapa hal yang coba kami analisa, di antaranya adalah temuan BPK RI Perwakilan Malut yang kemudian menitik beratkan pada beberapa persoalan mendasar yang di di garisbawahi oleh BPK RI Perwakilan Maluku Utara. di antara persoalan tersebut adalah :
  1. Pengeluaran Kas Tanpa  Surat  Perintah  Pencairan Dana Belum Dipertanggungjawabkan  Per  31 Desember 2008 Sebesar Rp4.765.627.035,00
  2. Belanja Operasional pada Sekretariat Daerah Sebesar Rp13.167.652.500,00 Tidak Dapat Diyakini Kewajarannya
  3. Dinas Pekerjaan Umum Belum Menarik Uang Muka Sebesar Rp186.824.636,00  atas Pekerjaan Pembangunan  Jalan  Tomadou  Talaga  yang  Batal  Dilaksanakan  dan Berpotensi  Merugikan Keuangan Daerah
  4. Proses  Lelang  20  Pekerjaan  Pembangunan  Fisik  serta  14  Pengadaan  Meubelair  dan  Alat Kesehatan pada Dinas Kesehatan Senilai Rp6.797.743.000,00 Tidak Sesuai Ketentuan
  5. Pengelolaan  Beasiswa  Tugas  Belajar  Kota  Tidore  Kepulauan  Senilai  Rp745.340.000,00  Tidak Sesuai Ketentuan.
  6. Pembangunan  Dapur  dan  Pemasangan  Paving  Stone Kediaman  Walikota  Tidore  Kepulauan Senilai Rp346.000.000,00 Tidak Sesuai Ketentuan
Dari hasil analisis yang kami ajukan ini, kami berharap agar persoalan ini jagan di abaikan dan di biarkan berlarut-larut sehingga menyebabkan sikap pejabat di daerah menjadi seperti kebal hukum dan menganggap bahwa korupsi adalah perbuatan biasa yang sulit terjangkau tangan-tangan hukum yang suci.
Dalam resume BPK tentang laporan atas kepatuhan dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan pemerintah Kota Tidore Kepulauan untuk tahun 2008. BPK RI menyatakan memberikan opini tidak menyatakan pendapat (Disclaimer) terhadap temuan tersebut. Hal ini patut di pertanyak oleh kita semua. Dari keenam item di atas, terdapat dua item yang kami garis bawahi. Sebab dari kedua item tersebut mengandung indikasi korupsi yang sangat kuat. Namun kami tidak menyangkal bahwa item-item lainnya juga mengandung indikasi korupsi yang sangat kuat. Sebab dari hasil Inversyigasi dan anlisa yang kami lakukan, kami menganggap bahwa dua item yang kami paparkan di bawah ini merupakn persoalan yang harus segera di selesaikan melalui jalur hukum. Kedua item tersebut adalah sebagaimana yang kami paparkan berikut ini :

1.      Belanja Operasional pada Sekretariat Daerah Sebesar Rp13.167.652.500,00 Tidak Dapat Diyakini Kewajarannya
Pada  tahun  2008  sekretariat  daerah  (setda) Kota Tidore Kepulauan  mengganggarkan  belanja  operasional  sebesar Rp14.280.000.000,00 dan terealisasi sebesar Rp14.254.702.500,00 dengan rincian sebagai berikut:
a. Belanja Penunjang Operasional Setda sebesar Rp11.250.000.000,00
b. Iuran Apeksi sebesar Rp25.000.000,00
c. Belanja Konsultasi Tugas Pemerintahan dan Pembangunan sebesar Rp2.999.000.000,00.
Penggunaan belanja operasional diatur oleh Peraturan Walikota Tidore Kepulauan No.39 Tahun 2008 tanggal 25 September 2008 tentang Penjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2008 dengan uraian penggunaan sebagai berikut:
a. Belanja Penunjang Operasional Setda digunakan untuk biaya penunjang operasional setda
b. Iuran Apeksi digunakan untuk biaya iuran apeksi
c. Belanja Konsultasi Tugas Pemerintahan dan Pembangunan digunakan untuk biaya konsultasi.
 
Penelusuran lebih lanjut terhadap bukti-bukti atas belanja operasional diketahui bahwa:
a. Belanja  Penunjang  Operasional  Setda  sebesar  Rp10.308.652.500,00,  dengan  rincian  sebagai berikut:
1) Sebesar  Rp1.536.095.000,00  dicairkan  melalui  SP2D  GU  yang  didukung dengan kuitansi pengeluaran dari bendahara.
2)   Sebesar Rp8.772.557.500,00 dicairkan melalui SP2D LS yang tidak didukung dengan bukti-bukti penggunaan uang secara rinci.
b.  Belanja  Konsultasi  Tugas  Pemerintahan  dan  Pembangunan  sebesar  Rp2.859.000.000,00  yang didukung dengan bukti yang lengkap, dengan rincian sebagai berikut:
1) Sebesar  Rp433.500.000,00  dicairkan  melalui  SP2D  GU yang  didukung dengan kuitansi pengeluaran dari bendahara.
2) Sebesar Rp2.425.500.000,00 dicairkan melalui SP2D LS yang tidak didukung dengan bukti-bukti penggunaan uang secara rinci. 

Hal ini tidak sesuai dengan:
a.     Peraturan Menteri Dalam Negeri No.59 Tahun 2007  tentang Perubahan  atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 44 ayat (1)  Belanja  hibah  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  42  bersifat  bantuan  yang  tidak mengikat/tidak  secara  terus  menerus  dan  tidak  wajib  serta  harus  digunakan  sesuai  dengan persyaratan yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah.
b.      Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik  Indonesia No. 900/2677/SJ  tanggal 8 Nopember 2007 hal Hibah dan Bantuan Daerah, penjelasan no.6 yaitu Pertanggungjawaban pemberian hibah dilakukan sebagai berikut:
1)     Hibah  dalam  bentuk  uang  kepada  instansi  vertikal  (seperti:  kegiatan  TMMD,  pengamanan daerah, dan penyelenggaraan Pilkada oleh KPUD) dan Organisasi  semi pemerintah  (seperti PMI,  KONI,  Pramuka,  Korpri  dan  PKK)  dipertanggungjawabkan  oleh  penerima  hibah sebagai  obyek  pemeriksaan,  dalam  bentuk  laporan  realisasi  penggunaan  dana,  bukti-bukti lainnya yang sah sesuai naskah perjanjian hibah dan peraturan perundang-undangan lainnya.
2)     Hibah  dalam  bentuk  uang  kepada  organisasi  pemerintah  (seperti  Ormas  dan  LSM)  dan masyarakat  dipertanggungjawabkan  dalam  bentuk  bukti  tanda  terima  uang  dan  laporan realisasi penggunaan dana  sesuai naskah perjanjian hibah, yang pengaturan pelaksanaannya ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

Hal  tersebut mengakibatkan peruntukkan belanja operasional tidak melalui mekanisme yang sesuai ketentuan sebesar Rp13.167.652.500,00 dan tidak dapat diyakini kewajarannya.
Hal  ini  disebabkan  sekretaris  daerah  dalam  merealisasikan  belanja  operasional  tidak
memperhatikan ketentuan yang berlaku.
Atas  permasalahan  tersebut  Sekretaris  daerah  menjelaskan  bahwa  belanja  penunjang operasional  tersebut  digunakan  untuk  kegiatan  instansi  vertikal,  kegiatan  pemerintah  daerah  dan operasional kunjungan-kunjungan walikota dan wakil walikota ke daerah-daerah  sedangkan Belanja Konsultasi Tugas Pemerintahan dan Pembangunan digunakan digunakan untuk memperlancar  tugas-tugas  yang  menyangkut  dengan  urusan  Pemerintah  Pusat  dan  Daerah  dan  kesalahan  dalam merealisasikan belanja operasional akan diperbaiki ditahun berikutnya.
BPK RI merekomendasikan  kepada Walikota  Tidore Kepulauan  untuk memberikan  sanksi sesuai  dengan  ketentuan  kepada  sekretaris  daerah  agar  dalam  merealisasikan  anggaran  sesuai peruntukkannya dan mempertimbangkan ketentuan yang berlaku.
Dari penjelasan di atas, dapat di tarik dua persoalan yang harus menjadi sebuah pertanyaan mendasar kepada pemerintah Kota Tidore Kepulauan. Di mana anggaran sebesar Rp.11.198.057.500 dicairkan melalui SP2D LS yang tidak didukung dengan bukti-bukti penggunaan uang secara rinci. dari penjelasan yang tercatat dalam laporan keuangan, di nyatakan bahwa anggaran tersebut di gunakan untuk penunjang kegiatan setda, bayar biaya penunjang kegaiatn setda, maupun bayar penunjang kegaiatan setda. Pertanyaanya adalah, penunjang kegaiatn setda seperti apa yang di maksud di sini. Sehingga anggaran Rp.11.198.057.500 terindikasi di gelapkan oleh pemerintah Kota Tidore Kepulauan. Dan dari hasil kajian mendalam yang kami lakukan, terdapat banyak sekali kejanggalan-kejanggalan yang muncul dalam penggunaan anggaran tahun 2008. inilah kenapa BPK kemudian meyatakan bahwa penggunaan anggaran untuk belanja operasional setda tidak wajar. (lihat lampiran) 

2.       Pembangunan  Dapur  dan  Pemasangan  Paving  Stone Kediaman  Walikota  Tidore  Kepulauan Senilai Rp346.000.000,00 Tidak Sesuai Ketentuan
Pemerintah Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2008 dalam laporan keuangannya melaporkan adanya  penambahan  nilai  aset  tetap  sebesar  Rp102.897.030.464,00  dari  nilai  aset  tetap  yang dilaporkan  dalam  neraca  tahun  2008  sebesar  Rp300.177.165.155,00  dari  penambahan  aset  tetap tersebut, Pemerintah Kota Tidore melaporkan  adanya penambahan  aset  tetap gedung dan bangunan senilai Rp48.213.208.092,00. Salah satu komponen penambahanan aset tetap bangunan adalah adanya pekerjaan  yang  dilakukan  dinas pekerjaan  umum  berupa  pembanggunan  kediaman walikota  senilai Rp346.000.000,00  yang  terbagi  dalam  dua  buah  pekerjaan  yaitu  pembangunan  dapur  senilai Rp263.750.000,00 dan pemasangan paving stone senilai Rp82.250.000,00. Anggaran tersebut berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) Pemerintah Daerah Kota Tidore Kepulauan, dengan rincian sebagai berikut:
No
Kegaiatan
Anggaran (Rp)
Realisasi (Rp)
1.
Rehabilitasi Dapur Kediaman Walikota
264.500.000
263.750.000

Honorarium tim pengadaan barang dan jasa
1.100.000
1.100.000

Honorarium konsultan
10.025.000
10.025.000

Belanja dokumen/administrasi tender
875.000
875.000

Perjalanan dinas dalam daerah
2.500.000
2.500.000

Belanja modal konstruksi
250.000.000
249.250.000
2.
Pemasangan Paving Stone Kediaman Walikota
82.500.000
82.250.000

Honorarium tim pengadaan barang dan jasa
1.100.000
1.100.000

Honorarium konsultan
3.025.000
3.025.000

Belanja dokumen/administrasi tender
875.000
875.000

Perjalanan dinas dalam daerah
2.500.000
2.500.000

Belanja modal konstruksi
75.000.000
74.750.000

Pelaksanaan  pembangunan  dapur dan paving  stone dilaksanakan  oleh CV. MS berdasarkan kontrak Nomor 640/97-13/DPU/KTK/2008 dan 640/97-15/DPU/KTK/2008 keduanya ditandatangani pada tanggal 28 Oktober 2008. Konsultan perencana pembangunan dapur dilaksanakan oleh PT. TGP, berdasarkan kontrak Nomor 640/96-1.3/DPU-KTK/2008 tanggal 18 September 2008 sedangkan untuk pemasangan  paving  stone jasa  konsultannya  dilaksanakan  secara  swakelola  oleh  Dinas  Pekerjaan Umum Kota Tidore Kepulauan.
Pemerintah Kota Tidore Kepulauan pada  tahun 2008 belum memiliki  rumah dinas walikota. Sehubungan  dengan  hal  tersebut,  Pemerintah Kota Tidore Kepulauan mengadakan  perjanjian  sewa menyewa rumah kediaman antara kepala bagian umum sekretariat daerah dengan Drs. HAM. dengan nomor: 027/SPM/PPBD/52/KTK/2008  tanggal 1  Januari  2008  senilai Rp75.000.000,00 dan berlakuselama 12 bulan.
Penelitian lebih lanjut terhadap dokumen pelaksanaan pekerjaan diketahui sebagai berikut:
a.       Pekerjaan pembangunan dapur kediaman walikota telah dibayar dengan SP2D:
1)       Nomor 4735/LS/TK/08 tanggal 1 Desember 2008 senilai Rp236.787.500,00
2)       Nomor 5270/LS/TK/08 tanggal 12 Desember 2008 senilai Rp875.000,00
3)       Nomor 5598/LS/TK/08 tanggal 16 Desember 2008 senilai Rp12.462.500,00
4)       Nomor 5767/LS/TK/08 tanggal 19 Desember 2008 senilai Rp10.025.000,00
5)       Nomor 5899/LS/TK/08 tanggal 19 Desember 2008 senilai Rp3.600.000,00
b.      Pekerjaan pemasangan paving stone kediaman walikota telah dibayar dengan SP2D:
1)       Nomor 4734/LS/TK/08 tanggal 1 Desember 2008 senilai Rp71.012.500,00
2)       Nomor 5266/LS/TK/08 tanggal 12 Desember 2008 senilai Rp875.000,00
3)       Nomor 5599/LS/TK/08 tanggal 16 Desemer 2008 senilai Rp3.737.500,00
4)       Nomor 5650/LS/TK/08 tanggal 17 Desember 2008 senilai Rp3.025.000,00
5)       Nomor 5892/LS/TK/08 tanggal 19 Desember 2008 senilai Rp3.600.000,00
Kondisi tersebut  tidak sesuai dengan Peraturan menteri Dalam Negeri Nomor 30 tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan APBD bagian prinsip dan kebijakan penyusunan APBD dan perubahan APBD mengenai belanja modal yang mengatakan bahwa belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang  dilakukan  dalam  rangka  pembelian/pengadaan  atau  pembangunan  aset  tetap  yang  digunakan dalam kegiatan pemerintahan.
Permasalahan  tersebut  mengakibatkan  pengeluaran  untuk  dapur  dan  paving  stone pada kediaman walikota senilai Rp346.000.000,00 tidak sesuai ketentuan.
Keadaan ini disebabkan oleh panitia anggaran dan kepala dinas pekerjaan umum lalai dalam pelaksanaan belanja modal APBD tahun 2008.
Atas kondisi tersebut sekretaris daerah menyatakan bahwa penyewaan rumah pribadi walikota sebagai  rumah  dinas dilakukan  dengan pertimbangan  efisiensi  anggaran.  Pembangunan dapur  serta paving  stone dikarenakan  rumah  walikota  yang  dinilai  kurang  layak  sehingga  perlu  dilakukan peningkatan bangunan.
BPK RI merekomendasikan kepada Walikota Tidore Kepulauan agar:
a.     Menyetorkan pembangunan dapur dan paving stone sebesar Rp346.000.000,00 ke kas daerah dan bukti setor disampaikan kepada BPK RI Perwakilan Provinsi Maluku Utara.
b.      Memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan kepada panitia anggaran dan kepala dinas pekerjaan umum yang  lalai dengan membangun dapur dan paving  stone pada kediaman walikota  sebagai wujud pelaksanaan belanja modal APBD tahun 2008.
Atas ini, pemerintah Kota Tidore Kepulauan kemudian menyatakan telah melaksanakan rekomnedasi BPK RI. Karena telah menyetorkan uang sejumlah sebagaimana yang di sebutkan di atas ke kas daerah. namun satu hal yang mungkin sengaja di abaikan pemerintah yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Peberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  • Pasal 3 : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, di pidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (Dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
  • Pasal 4 : Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapus di pidananya pelaku tindak pidana sebagaimana di maksud dalam Pasal 3.
Apapun yang terjadi dan dengan alasan apapun, hukum harus teta di tegakkan. Jangan dengan nama kekuasaan, hukum lantas di kesampingkan sehingga pejabat daerah dengan seenak perutnya menggunakan uang daerah untuk kepentingan pribadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar