AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

Kamis, 04 November 2010

Pentingnya Moral Akademik

Meningkatnya jumlah perguruan tinggi Islam di Indonesia belum diiringi dengan peningkatan kualitas akademiknya. Lebih jauh dari itu, moral akademik, yaitu kejujuran, belum menjadi perinsip utama para civitas akademika. Plagiasi karya ilmiah masih marak di mana-mana, begitu juga di kampus-kampus umum.

Demikian dikatakan mantan menteri agama era Presiden Gus Dur, Prof. Dr. KH Tolchah Hasan dalam diskusi pleno pertama Islam Indonesia-Nusantara, Selasa (2/11). Kiai Tolchan mengatakan maraknya aksi plagiasi di kalangan sarjana merupakan dampak dari komersialisasi pendidikan.

“Komersialisasi tidak saja mencari untung dengan ongkos pendidikan yang mahal, tapi komersialisasi dan politisasi gelar. Jika gelarnya tinggi, maka gajinya tinggi dan dianggap pinter. Padahal belum tentu,” ujarnya.

“Lihat saja sekarang, banyak perguruan tinggi yang laris manis hanya fakultas Tarbiyah. Sementara fakultas lain tidak laku. Para pemegang kebijakan dan masyarakatnya hanya perpikir instan. Budayanya sekarang ini ingin cepat jadi PNS, ingin dapat sertifikasi, biar gajinya banyak. Kan begitu?” tambah Kiai Tolchah.

Dia mengungkapkan bahwa kampus-kampus Islam dan kampus umum kita sekarang ini, melakukan dengan segala cara untuk mengolah dan mencetak sarjana secara instan. Pengikatan sarjana hanya pada sisi kuantitas, tanpa melihat aspek kualitas.

“Kondisi kurikulum peruguruan tinggi yang digemukkan, tapi secara waktu diperpendek, menyebabkan para dosen harus mengajar terus-menerus. Akhirnya mereka tidak punya waktu membaca. Kondisi seperti ini diperparah dengan kinerja yang lemah, malas  dan sering mengambil jalan pintas. Tidak sedikit karya ilmiah dosen-dosen itu mengambil karya orang lain tanpa etika akademik. Ini ironi. Ya, dosennya saja begitu, apalagi mahasiswanya?” papar
Kiai Tolchah yang juga mantan rektor Universitas Islam Malang.

Senada dengan Kiai Tolcah, Budi Munawar-Rahman yang ditemui di sela-sela mengikuti ACIS ke-10, mengatakan bahwa aksi plagiasi di kalangan sarjana begitu marak. Kondisi seperti ini menggambarkan kemiskinan akhlak, karena luluh oleh watak materialisme, hedonisme dan ambisi politik.

“Banyak sarjana Muslim kita yang sibuk jadi konsultan politik, bahkan jadi broker politik, hingga melupakan tugas utamanya menjadi pendidik. Ini masalah serius,” tegas Budi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar