AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

Sabtu, 18 Juni 2011

Perda MY Bakal Dicabut Suyono : Tekanan Politis Sangat Berpengaruh


Pembangunan Sofifi yang tidak beres sejak 11 tahun lalu

SOFIFI- Tersendatnya pekerjaan proyek Multi Years (MY) Pemerintah Provinsi Maluku Utara di Sofifi membuat unsur pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Malut menjadi gerah. Peraturan Daerah (Perda) tentang Multi Years pun terancam dicabut. Namun, instansi tekhnis menilai, tersendatnya pekerjaan proyek MY akibat kuatnya tekanan politik DPRD Malut.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPRD Malut, Jasman Abubakar saat dihubungi Radar Halmahera kemarin. Dikatannya, berdasarkan hasil kajian Komisi III DPRD Malut yang disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada unsur pimpinan DPRD Malut beberapa waktu lalu terkait dengan proyek MY secara tekhnis menyatakan bahwa pelaksanaan MY telah jauh keluar dari amanah Perda MY.

“ Jadi dalam rekomendasinya telah jelas membias dan menyimpang dari semangat dan amanah Perda MY itu sendiri,” katanya.

Dijelaskannya, penyimpangan yang dimaksud dalam rekomendasi tersebut adalah pelaksanaan proyek MY dari semangat perda. Dimana, dalam amanah perda tersebut, proyek MY dilakukan untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur di Kota Sofifi, namun pada kenyataannya proyek MY tidak memberikan konstribusi nyata dalam mendorong percepatan pembangunan infrastruktur.

“ Kita sudah menjamin APBD selama tiga tahun untuk MY dan pelaksanaannya (MY) itu dilakukan dalam dua tahun dan itu sudah harus selesai dilaksanakan, minimal tahun 2012 dimana satu tahun sebelum masa berakhir masa jabatan Gubernur Malut,” jelasnya.

Karena itu menurut dia, seharunya saat ini proyek MY sudah harus dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Namun hal tersebut sangat berbeda dengan kenyataan yang ada, dimana setelah memasuki pertengahan tahun pertama proses pengerjaan proyek MY belum juga nampak. Progres pekerjaan tidak ada sama sekali. Oleh karenanya, menurut dia, dalam rekomendasi itu, Komisi III berkesimpulan bahwa pekerjaan proyek MY tidak akan bisa mencapai target.

“ iya, kami optimis, karena kenapa, ini sudah memasuki tahun kedua dengan menyerap anggaran kurang lebih 600 Milyar tapi tidak nampak, bagaimana mau capai kalau tidak ada kerja. Nah oleh karena itu, sebaiknya, tidak usah dengan embel-embel MY tapi dengan reguler atau yang biasa saja,” ujarnya.

Ditambahkannya, dengan kondisi demikian, konsekuensinya adalah mencabut Perda proyek MY. Pasalnya, perda yang telah diputuskan dan mememiliki kepastian hukum untuk menyediakan anggaran dalam APBD. Namun jika setelah disediakan anggaran dan pekerjaan tidak kunjung dilakukan, maka apa gunanya mempertahankan aturan tersebut.

“ Nah kalau misalnya sudah disiapkan anggaran kemudian tidak dilaksanakan, apakah kemudian ini harus dipertahankan lagi,”ungkapnya.

Lalu bagaimana mensiati konsekuensi yang nantinya ditimbulkan jika Perda di cabut sementara anggaran proyek sudah digunakan??? Ditanya demikian, dia menjawab persoalan tersebut nantinya disiasati dengan melihat sejauh mana pekerjaan sudah dilakukan dan seberapa besar anggaran yang telah dikeluarkan. Bahkan menurut dia, beberapa waktu lalu telah dilakukan rapat pimpinan terkait dengan solusi penanganan proyek MY. Dalam pertemuan itu juga, unsur pimpinan DPRD Malut bersama dengan Komisi III berencana akan melakukan koordinasi dengan sejumlah lembaga diantaranya Departemen Pekerjaan Umum.

“ Terkait dengan persoalan ini juga Komisi III dan Pimpinan DPRD akan berkoordinasi dengan Depdagri, Departemen Keuangan dan BPK terkait dengan langkah-langkah yang nantinya diambil. Tapi yang jelas bahwa Perda MY ketika tidak dilaksanakan dengan baik sesuai dengan arahan Perda maka harus ditinjau,” ujarnya.

Sementara itu Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Kimpraswil, Suyono Prodjodimulyo yang ditemui mengatakan bahwa terkadang dalam pelaksanaan pekerjaan, tekanan bernuansa politis dari DPRD Malut, memberikan dampak besar dalam pelaksanaan proyek.

“ iya, tekanan politis yang kuat sangat berpengaruh,” akunya.

Terkait dengan pernyataan ini, Jasman kepada koran ini mengatakan, tekanan politis memang harus dilakukan. Pasalnya menurut dia, dalam pelaksanaan, secara kasat mata kemudian terdapat sejumlah persoalan, maka sangat tidak mungkin jika DPRD mendiamkan persoalan itu.

“ Kalau kita lihat kemudian tidak sesuai, apakah kita harus diam. Sementara tuntutannya harus seperti yang ada dalam Perda. Jadi kadis PU tidak boleh menggunakan pertimbangan bahwa kita hanya memandang dari sudut politis, bukan dari segi itu. Jadi penegasannya perda harus dicabut,” tandasnya. (amy)
 
Sumber : http://www.facebook.com/photo.php?fbid=1591121476937&set=o.118992731517593&type=1&ref=nf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar